TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis politikus Partai Demokrat Sutan Bhatoegana hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan. Kuasa hukum Sutan, Rahmat Harahap, memastikan akan banding atas putusan majelis hakim yang dipimpin Artha Teresia itu. "Kami tidak terima dengan putusan hakim Artha. Pekan depan kami daftar banding," ujar Rahmat saat dihubungi, 19 Agustus 2015.
Dia menganggap semua dasar putusan seperti copy-paste dari dakwaan dan tuntutan yang disusun penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, kata Rahmat, dakwaan yang menuding Sutan menerima US$ 140 ribu tak ada buktinya. Tak hanya itu, dakwaan Sutan menerima rumah sebagai gratifikasi dari pengusaha Saleh Abdul Malik juga tak terbukti di pengadilan. Dia mengklaim saat bersaksi di persidangan, Saleh membeberkan rumah tersebut hanya dipinjampakaikan kepada Sutan saat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Medan. "Kalau hadiah, rumah tersebut masih atas nama Saleh, bukan Sutan," ujar Rahmat.
Rahmat menilai vonis hakim sama saja dengan tuntutan penuntut umum KPK. Sebelumnya KPK menuntut Sutan 11 tahun penjara. Sedangkan hakim memvonis bekas Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat itu dengan hukuman 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan. Artinya, kata dia, jika Sutan tak mampu bayar denda, tetap dihukum 11 tahun. "Bagaimana bayar denda Rp 500 juta, bayar pengacara aja belum," kata Rahmat.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Sutan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima duit total US$ 340 ribu serta menerima tanah dan bangunan. "Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua lebih subsidair," kata Hakim Ketua Artha Theresia Silalahi saat membacakan amar putusan.
Hakim menilai hal-hal yang memberatkan hukuman adalah kesaksian Sutan yang berbelit-belit saat persidangan. Perbuatan Sutan juga dinilai bertentangan dengan slogan antikorupsi, serta tidak memberi contoh yang baik sebagai anggota DPR. Adapun hal yang meringankan, Sutan merupakan seorang ayah.
Selain itu, Artha menilai Sutan terbukti menerima duit US$ 140 ribu dari Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu Waryono Karno sebagaimana dakwaan pertama. Duit ini diberikan untuk memuluskan sejumlah pembahasan program kerja terkait APBN-P tahun anggaran 2013 pada Kementerian Energi dengan Komisi Energi DPR periode 2009-2014.
Duit US$ 140 ribu dalam paper bag sampai ke tangan Sutan melalui tenaga ahlinya bernama Muhammad Iqbal pada 28 Mei 2013. Iqbal sebelumnya mendapat titipan paket duit dari staf ahli Sutan Iryanto Muchyi yang mengambilnya dari Kepala biro Keuangan kementerian Energi saat itu Didi Dwi Sutrisno Hadi.
"Terbukti penyerahan uang dari Waryono Karno tidak secara langsung kepada terdakwa. Akan tetapi fakta-fakta hukum telah membuktikan bahwa terjadi peralihan penguasaan uang dari pihak pemberi dalam hal ini Waryono Karno yang sumber uangnya berasal dari Rudi Rubiandini kepada pihak penerima melalui saksi Iryanto Muchyi, M. Iqbal, serta Casmadi untuk diserahkan kepada terdakwa," kata Hakim Anggota Saiful Arif.
Duit sudah terbagi dalam amplop untuk dibagikan. Rinciannya 4 Pimpinan Komisi Energi masing masing US$7.500, 43 Anggota Komisi Energi masing-masing US$ 2.500, dan Sekretariat Komisi Energi sejumlah US$ 2.500.
Kedua, Sutan terbukti menerima US$ 200 ribu dari Kepala SKK Migas saat dijabat Rudi Rubiandini. Duit ini ditujukan sebagai Tunjangan Hari Raya anggota Komisi Energi periode 2009-2014. Pemberian kepada Sutan menurut Majelis Hakim dilakukan melalui politikus Demokrat Tri Yulianto pada 26 Juli 2013. Duit US4 200 ribu yang diserahkan Rudi, berasal dari pemberian dari Kernel Oil Pte Ltd.
Hakim juga menilai Sutan terbukti menerima bangunan dan tanah seluas 1.194,38 meter persegi yang terletak di Jalan Kenanga Raya Nomor 87 Tanjungsari Kota Medan. Rumah itu dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik. Namun Majelis Hakim menyatakan Sutan tidak terbukti menerima mobil Alphard dan uang Rp 50 juta dari Menteri Energi saat itu, Jero Wacik, sebagaimana dakwaan penuntut umum KPK.
LINDA TRIANITA