TEMPO.CO, Sidoarjo - Sebanyak 25 pengusaha korban lumpur Lapindo, yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL), mendesak pemerintah menyelesaikan ganti rugi perusahaan milik mereka. Mereka meminta ganti rugi diselesaikan seperti warga korban lumpur lainnya.
"Kami berharap diposisikan seperti warga korban lumpur yang berada dalam peta area terdampak, yang saat ini telah mendapatkan ganti rugi," kata perwakilan GPKLL, Ritonga, kepada wartawan di Sidoarjo, Selasa, 18 Agustus 2015.
Menurut Ritonga, seharusnya pemerintah tidak hanya memberikan dana talangan kepada PT Minarak Lapindo Jaya, selaku juru bayar PT Lapindo Brantas, untuk membayar ganti rugi warga korban lumpur. "Kita pengusaha juga korban," ujar pemilik perusahaan PT Catur Cipta Surya, yang kini terendam lumpur.
Adapun Marcus Johny Rany, perwakilan GPKLL lainnya, mengatakan pemerintah dalam hal ini Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) seharusnya ingat dengan tanah seluas 7 hektare miliknya yang digunakan BPLS untuk pembuatan tanggul. "Dua hektare tanah milik saya digunakan untuk tanah uruk, sementara 5 hektare dijadikan tanggul. Dan sampai sekarang semuanya belum dapat ganti rugi," tutur pemilik PT Oriental Osaka Karya tersebut. Johny mengaku ganti rugi perusahaan miliknya sekitar Rp 58 miliar.
Johny mengatakan total ganti rugi 25 pengusaha sekitar Rp 800 miliar. Untuk mendapatkan ganti rugi, pihaknya saat ini tengah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. "Sampai saat ini kita menunggu hasil sidang kedua di MK, apakah langsung diputuskan atau dipanggil lagi," ucapnya.
GPKLL mengajukan permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015, khususnya Pasal 23b ayat 1, 2, dan 3 tentang pengalokasian dana talangan pelunasan pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo.
Pada Sabtu lalu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) enggan berkomentar saat ditanya ihwal ganti rugi 25 pengusaha korban lumpur. "Kita fokus pembayaran ganti rugi warga saja dulu," kata staf Humas BPLS, Dwinanto Hesti Prasetyo.
NUR HADI