TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara tentang urusan yang cukup penting: usulan dihidupkannya kembali pasal penghinaan terhadap kepala negara. Melalui akun twitter yang sudah terverifikasi, SBY mencuit sikapnya.
"Prinsipnya, janganlah kita suka berkata dan bertindak melampaui batas. Hak dan kebebasan ada batasnya, kekuasaan juga ada batasnya,*SBY*" cuit akun @SBYudhoyono, Ahad, 9 Agustus 2015. Menurut SBY, di satu sisi, perkataan dan tindakan menghina dan mencemarkan nama baik Presiden merupakan perbuatan tak baik. Di sisi lain, penggunaan kekuasaan yang berlebihan untuk memperkarakan orang yang menghina Presiden juga sama tak baiknya.
Penggunaan hak dan kebebasan, termasuk menghina orang lain, kata dia, ada pembatasannya. Menurutnya, pada Universal Declaration of Human Right dan Undang-undang Dasar 1945 hal itu diatur.
Baca juga:
Ahok 'Kepala Preman' Baru, Ini Nasib Anggota FBR
Pegang Bukti, Kenapa Polisi Tak Tangkap Pembunuh Akseyna?
Dalam demokrasi, menurut SBY, memang masyarakat bebas bicara dan melakukan kritik. Namun menghina dan mencemarkan nama baik merupakan perbuatan terlarang. "Sebaliknya, siapapun termasuk Presiden punya hak untuk menuntut, tapi jangan berlebihan."
SBY mengakui bahwa pasal pencemaran nama baik memang bersifat ngaret. Artinya memang ada unsur subyektifitas.
Presiden Jokowi menyodorkan 786 pasal RUU KUHP ke DPR untuk dimasukkan ke KUHP. Salah satu pasal adalah tentang penghinaan presiden. Pasal itu sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh pengacara Eggy Sudjana pada 2006. Mahkamah Konstitusi mengabulkan dan mencabut pasal itu karena dianggap tidak memiliki batasan yang jelas.
FAIZ NASHRILLAH
Berita Menarik:
Ini 3 Bukti Kuat Andi Rancang Skenario Habisi Hayriantira XL
Daging Sapi Mahal & Langka: Inikah Modus dan Ulah Importir?