TEMPO.CO, Jombang - Menanggapi isu politik uang di Muktamar NU, salah satu kandidat Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali punya pendapat tersendiri. Baginya, bantuan dana dari calon ketua umum untuk peserta Muktamar, misalnya dana transport, bukan money politics. Sebaliknya, jika ada sumbangan uang dalam jumlah besar, maka dianggapnya money politics.
“Kalau ada yang menyumbang kenapa dipersoalkan. Kalau satu orang Rp 50-100 juta baru itu politik uang. Kalau hanya menyumbang tiket dari kiri kanan ya kenapa enggak boleh,” ujarnya usai bedah buku biografi salah satu pendiri NU, KH Abdul Wahab Hasbulloh, di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Senin malam, 3 Agustus 2015.
Ia mencontohkan peserta dari luar Jawa yang membutuhkan dana transportasi besar untuk datang ke muktamar di Jawa. “Kalau orang Papua ke sini berapa juta? Mereka kadang hidup saja susah. Jadi enggak masalah kalau ada yang menyumbang,” ujarnya.
As’ad merupakan calon alternatif selain dua kandidat Ketua Umum PBNU lainnya, petahana KH Said Aqil Siradj dan KH Salahudin Wahid (Gus Solah). As’ad merupakan salah satu Ketua PBNU periode 2010-2015 dan pernah menjadi Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang kali ini, As’ad mengklaim mendapat dukungan penuh dari jajaran PCNU dan PWNU di Jawa Tengah serta Yogyakarta sebagai basis massanya selama ini. Ia juga yakin akan mendapat dukungan dari sejumlah PCNU di luar Jawa dan PCINU di luar negeri.
ISHOMUDDIN