TEMPO.CO, Jombang - Menjelang dimulainya Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, suasana makin menghangat. Setelah Kamis siang, 30 Juli 2015, Pengurus Wilayah NU Jawa Timur menyatakan mendukung mekanisme pemilihan melalui musyawarah mufakat, tak lama kemudian kubu pendukung duet KH Salahudin Wahid dan KH Hasyim Muzadi bersikap sebaliknya.
Seolah merespon PWNU Jawa Timur, di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Salahudin alias Gus Solah serta Hasyim mengumpulkan pendukungnya dalam waktu yang sama. Salah seorang pendukung Gus Solah, Andi Jamaro Dulung, mengklaim bahwa 190 Pengurus Cabang dan 29 Pengurus Wilayah NU menolak pemilihan Rais Aam secara musyawarah mufakat melalui sembilan orang formatur yang dibentuk atau lazim disebut ahlul halli wal ‘aqdi (AHWA)
Baca Juga:
“Yang hadir di Tebuireng dan sepakat menolak AHWA sudah masuk 1.426 peserta dari 190 PCNU dan 29 PWNU,” kata Andi Jamaro. Andi merupakan salah satu Ketua PBNU dua periode di era kepemimpinan KH Hasyim Muzadi.
Secara bahasa, ahlul halli wal ‘aqdi berarti orang-orang yang berwenang melepaskan (halli) dan mengikat (‘aqdi). Disebut ‘mengikat’ karena keputusannya mengikat orang-orang yang mengangkat mereka. Adapun disebut ‘melepaskan’ karena mereka bisa tidak memilih atau melepaskan orang-orang tertentu yang tidak disepakati.
Andi menilai keputusan mekanisme pemilihan Rais Aam oleh AHWA di luar forum Muktamar melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. Sebab menentukan mekanisme seperti itu, menurutnya, menjadi wewenang forum Konferensi Besar NU yang membahas masalah organisasi.
Sedangkan Musyawarah Nasional NU hanya berwenang membahas masalah agama dan kebangsaan. “AHWA yang diputuskan oleh Munas adalah keputusan yang melanggar hukum,” katanya.
Hal yang sama dikatakan Gus Solah. Menurutnya, meski mekanisme pemilihan Rais Aam sudah diputuskan dalam Munas maupun Konbes, tetap harus dimintai persetujuan di dalam Muktamar sebagai forum tertinggi di NU. "Tidak mungkin keputusan forum di bawahnya otomatis dijalankan dalam Muktamar,” ujarnya.
Gus Solah mengaku bahwa pada prinsipnya setuju mekanisme apa pun yang ditempuh dalam pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, baik langsung maupun musyawarah mufakat. “Tapi itu harus dibahas di Muktamar dulu,” katanya.
Dalam Munas dan Konbes NU yang dilakukan sebelum Muktamar, PBNU memutuskan pemilihan Rais Aam melalui musyawarah mufakat oleh sembilan orang yang diusulkan PCNU dan PWNU. Sedangkan pemilihan Ketua Umum PBNU (tanfidziyah) tetap melalui pemilihan langsung.
ISHOMUDDIN