TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait dengan pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto. Menurut hakim, gugatan tersebut bukan sebagai obyek sengketa tata usaha negara.
"Menimbang, mengadili, memutuskan menolak permohonan penggugat dan menerima eksepsi tergugat dan tergugat intervensi," kata ketua majelis hakim Ujang Abdullah dalam sidang di PTUN Jakarta, Rabu, 29 Juli 2015.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengabulkan eksepsi Menkumham dan Pollycarpus sebagai tergugat. Sebab, PTUN tidak berwenang mengadili gugatan tersebut.
Tergugat menggunakan Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang tata usaha negara yang di dalamnya menerangkan bahwa keputusan tata usaha negara dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
Sebelumnya, lembaga monitor pelanggaran hak asasi manusia, Imparsial, dan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir menggugat surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bernomor W11.PK.01.05.06.0028 yang ditandatangani pada 13 November 2014.
Surat itu muncul karena Menteri Yasonna mengabulkan permohonan bebas bersyarat Pollycarpus setelah ia menjalankan masa pidana penjara selama 8 tahun 11 bulan dari total 14 tahun masa penjaranya. Bekas pilot Garuda Indonesia itu divonis bersalah atas pembunuhan aktivis HAM, Munir.
“Kami kecewa terhadap putusan hakim dan PTUN hari ini. Kami melihat hakim tampak tidak mau mengindahkan perkara ini,” ujar Muhammad Isnur, Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, setelah sidang diputuskan.
DIAH HARNI SAPUTRI | INDRI MAULIDAR