TEMPO.CO , Makassar: Tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama kelola dan transfer instalasi air PDAM Makassar, bekas Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, dipastikan tidak akan menghadiri pemeriksaan yang dijadwalkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin, 6 Juli 2015. "Klien kami masih di luar negeri," kata pengacara Ilham, Aliyas Ismail, Ahad.
Aliyas mengatakan Ilham saat ini sedang melakukan pemeriksaan kesehatan di Singapura. Pemeriksaan itu dilakukan setelah menjalani ibadah Umrah di Mekkah. Menurut Alias, pihaknya sudah menyampaikan ke KPK ihwal ketidakhadiran Ilham.
Alias menuturkan pihaknya meminta kepada KPK agar pemeriksaan Ilham dilakukan setelah sidang praperadilan kasus itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tuntas dilaksanakan. Alasannya, bila nantinya gugatan Ilham dikabulkan maka penanganan KPK terhadap kasus itu menjadi sia-sia. "Sebaiknya KPK menghargai sidang itu karena prosesnya masih berlangsung," ujar Aliyas.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, belum berhasil dikonfirmasi. Nomor teleponnya aktif namun tidak direspons. Pesan pendek yang dilayangkan Tempo juga tak terjawab.
Namun sebelumnya, Priharsa mengatakan permintaan Ilham tidak bisa diterima karena sidang praperadilan itu tak menghentikan proses penyidikan. Priharsa pun memastikan bila Ilham tidak kooperatif, maka kemungkinan besar tim penyidik akan menempuh upaya paksa karena sikap Ilham dianggap menghalang-halangi proses penyidikan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menilai penetapan tersangka Ilham dalam kasus tersebut oleh KPK tidak berdasar hukum. Namun KPK kembali mengeluarkan surat penyidikan baru tertanggal 5 Juni 2015 untuk Ilham.
Ilham ditetapkan tersangka bersama Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja, pada 7 Mei 2014. Keduanya dinilai melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menyalahgunakan wewenang. Keduanya dijerat Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BPK telah melakukan audit kerugian negara dari kerja sama itu. Nilainya sekitar Rp 38 miliar. BPK juga menemukan adanya potensi kerugian negara dalam tiga kerja sama PDAM dengan pihak swasta lainnya.
AKBAR HADI