TEMPO.CO, Belopa - Sekitar 10 bendahara Puskesmas di Kabupaten Luwu, melapor ke Kejaksaan Negeri Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin, 6 Juli 2015. Mereka mengaku didatangi Nurmiati Ali, istri mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu, Suyuti Asbudi, agar membantah keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang terkait kasus korupsi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 2010-2013 di sana.
Suyuti kini berstatus sebagai terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar. Para bendahara Puskesmas itu seharusnya akan diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar.
Pemaksaan ini diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Belopa, Zet Tadung Allo. Menurut pengakuan para bendahara Puskesmas itu, Nurmiati mengancam mereka diperiksa penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat jika tidak menuruti permintaannya.
Para bendahara puskesmas itu, kata Zet, juga diminta oleh Nurmiati agar mengubah keterangannya. Pemotongan dana kesehatan 5 persen setiap puskesmas bukan atas perintah Suyuti, melainkan permintaan Bendahara Dinas Kesehatan Luwu, Jawiah Paembonan.
“Saya minta mereka tidak perlu takut dan tetap konsisten pada keterangan yang pernah diberikan saat diperiksa di kejaksaan Belopa,” kata Zet kepada Tempo, Senin, 6 Juli 2015.
Menurut Zet, saat dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Belopa pada November 2014 lalu, para bendahara puskesmas itu mengaku Suyutilah yang memerintahkan pemotongan dana kesehatan dari 21 puskesmas yang ada di Luwu.
Salah seorang bendahara puskesmas, Akma, membenarkan adanya permintaan Nurmiati guna meringankan posisi suaminya. Selain meminta membantah isi BAP, Nurmiati juga menyodorkan selembar kertas berisi tulisan agar ditandatangani oleh para bendahara puskesmas. "Seluruh teman-teman bendahara diminta untuk memberikan keterangan, yang intinya meringankan terdakwa,” ujarnya.
Akma mengatakan, seluruh bendahara puskesmas sepakat menolak permintaan Nurmiati, juga tidak bersedia menandatangani kertas berisi tulisan yang disodorkan Nurmiati. “Kami bersepakat tetap mempertahankan keterangan saat diperiksa kejaksaan,” ucapnya, sembari menambahkan mereka melapor ke kejaksaan, karena ada ancaman akan dilaporkan ke polisi.
Adapun Jawiah Paembonan menjelaskan, sejak awal Suyuti berkukuh menimpakan kesalahan kepada Jawiah. Saat Suyuti menjalani persidangan, sang isteripun berupaya mengalihkan kesalahan itu kepada Jawiah. "Saya yang akan dilibatkan,” ucapnya saat dihubungi Tempo, kemarin.
Jawiah mengatakan, setiap kali pemotongan, masing-masing bendahara puskesmas menyetor uang Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Sesuai petunjuk Suyuti, uang itu diserahkan kepada Suyuti secara cash. "Berapapun yang diminta, pasti saya berikan. Tidak ditransfer ke rekening dan tidak ada kwitansi," tuturnya.
Nurmiati yang menjabat Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Kesehatan Luwu tidak bisa dimintai konfirmasi. Tempo sudah mendatangi ruang kerjanya, tapi dia menolak ditemui. Saat suaminya diperiksa kejaksaan, Nurmiati selalu meminta wartawan tidak membesar-besarkan kasus itu.
Berdasarkan dakwaan jaksa, total dana hasil pemotongan sejak 2010 hingga 2013 mencapai Rp 1,121 miliar. Namun, dalam persidangan, Suyuti kukuh membantah memerintahkan pemotongan. Sebaliknya, dalam persidangan Jumat pekan lalu, tujuh kepala puskesmas mengakui adanya pemotongan berdasarkan perintah Suyuti.
Selain terlibat pemotongan dana kesehatan, Suyuti juga terlilit kasus pengadaan alat kesehatan 2010-2013, yang merugikan keuangan negara Rp 7 miliar.
HASWADI | AKBAR HADI