TEMPO.CO, Sidoarjo - Kustianing, 45 tahun, tampak tegang saat nama suaminya, Akuat, dipanggil pegawai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melalui pengeras suara untuk menuju ke meja validasi berkas ganti rugi korban lumpur Lapindo di teras Pendapa Delta Wibawa Sidoarjo.
Berada tepat di belakang kursi Akuat, Kustianing berdiri mematung ketika suaminya menyerahkan berkas-berkas ke meja pemberkasan. Tak lama setelah diperiksa, berkas milik suami-istri asal Desa Gelagaharum itu dinyatakan petugas BPLS tak ada masalah.
"Monggo bapak nanti ke sini lagi untuk menandatangani surat nominatif dan jangan lupa bawa materai," kata petugas BPLS, Rabu, 1 Juli 2015.
Setelah mendengarkan ucapan pegawai itu, wajah Kustianing menjadi tenang. "Alhamdulillah tidak ada masalah, tinggal nunggu pengumuman pencairan," katanya kepada Tempo.
Tanpa ditanya Kustianing lantas mengutarakan rencananya bila mendapatkan uang sisa ganti rugi. Meski hanya Rp 200 juta, Kustianing akan menggunakan uang itu untuk menyelesaikan pembangunan rumah dan membayar utang. "Sejak 2007 saya ngontrak karena rumah dijadikan tanggul," kata Kustianing.
Kustianing berharap pemerintah segera membayar secepat, setidaknya sebelum Idul Fitri. "Sudah lama menunggu sembilan tahun tidak cair-cair," ujar ibu dari tiga anak ini. Pemerintah tidak menepati janjinya sendiri yang akan membayar ganti rugi pada 26 Juni 2015 lalu.
Sejak semburan lumpur menenggelamkan rumahnya pada 2006, Kustianing membantu ekonomi keluarganya dengan berjualan sayur keliling. Kustianing tidak sendirian. Ada ribuan korban Lapindo yang bernasib sama menunggu realisasi pencairan ganti rugi.
Secara terpisah, menanggapi keluhan dan permintaan korban lumpur, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf berjanji akan membantu. "Kita bisanya mendorong, membantu, serta mencoba mengurai bila terjadi hambatan-hambatan yang dialami warga," kata dia di sela Seminar Internasional "NU dan Islam Nusantara" di Jalan Juanda, Sidoarjo, 1 Juli 2015.
NUR HADI