TEMPO.CO , Makassar: Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat menggelar operasi pasar barang kedaluwarsa dan penimbunan bahan bakar minyak di Gudang Pattene, Kabupaten Maros. Hasilnya, kepolisian menyita 102.800 panganan ilegal berupa makanan ringan yang tidak layak edar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Heri Dahana, mengatakan penganan itu disita lantaran tidak memiliki sertifikat halal dan tidak ada masa kedaluwarsanya.
"Kami sita makanan itu karena membahayakan konsumen bila didistribusikan," kata dia, kepada Tempo, Rabu, 1 Juli.
Sebanyak 102 ribu makanan ringan yang disita itu terdiri atas dua jenis kerupuk. Rinciannya, 22800 bungkus kerupuk merek Mac Kentang yang dalam paket 572 bal dan 80 ribu bungkus kerupuk merek Bakso dalam paket 4 ribu bal. Penganan itu disita dalam gudang CV Sumber Pangan Nusantara.
Heri menjelaskan semua penganan itu merupakan produksi lokal. CV Sumber Pangan Nusantara menyalurkan kudapan yang biasa dikonsumsi anak-anak itu ke sejumlah daerah lingkup Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Kepolisian belum memastikan ihwal kandungan makanan itu, apakah berbahaya atau tidak untuk dikonsumsi.
Sejauh ini, pihaknya sebatas menyita penganan tak berlabel halal dan tanpa petunjuk masa kedaluwarsa itu. Heri mengatakan barang bukti yang disita tetap disimpan dalam gudang. Tapi, pihaknya memasangi garis polisi dan membuat berita acara serah-terima penyitaan.
"Kerupuk itu tak boleh keluar untuk diedarkan," ucapnya menegaskan.
Di samping menyita penganan ilegal itu, pihaknya memeriksa penanggungjawab maupun pengawas CV Sumber Pangan Nusantara, Iwan Pieter. Hingga kini, statusnya masih sebagai saksi. Kepolisian masih melakukan pengusutan guna memastikan unsur tindak pidana dalam kasus tersebut.
Perwira Unit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Inspektur Dua Muchlis, menambahkan pihaknya masih menyelidiki temuan penganan tak berlabel halal dan tanpa petunjuk expire itu. Kepolisian masih akan memeriksa saksi-saksi sebelum melangkah ke proses hukum lanjutan.
Muchlis menerangkan pihaknya bisa menjerat pelaku dengan Pasal 8 huruf G (tentang label masa kadaluarsa) dan huruf H (tentang label halal) juncto Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
"Ancaman hukumannya lima tahun penjara atau denda Rp 2 miliar," ucapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Iwan mengklaim perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan ringan itu telah mengantongi izin usaha sejak 2003. Pemasarannya penganan itu tak sebatas meliputi provinsi ini, tapi sampai ke Sulawesi Tenggara. Makanan itu diklaim pihak perusahaan layak edar dan konsumsi.
TRI YARI KURNIAWAN