TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Yudisial menjatuhkan sanksi skorsing kepada hakim Pengadilan Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sarpin dihukum tak boleh menangani perkara selama enam bulan. “Putusannya segera dikirim ke Mahkamah Agung,” kata anggota Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, 30 Juni 2015.
Menurut Imam, Sarpin dinilai terbukti melakukan sejumlah pelanggaran saat memimpin sidang praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan merespons kritik pasca-putusan. Meski demikian, Komisi Yudisial enggan menilai substansi putusan yang membatalkan status tersangka Budi Gunawan. Alasannya, hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Agung.
Komisi Yudisial menilai Sarpin tak teliti dan tidak profesional dalam menyusun pertimbangan putusan praperadilan. Sarpin salah mengutip kesaksian guru besar Universitas Parahyangan, Arief Sidharta, dalam amar putusan. Sarpin juga keliru mencantumkan identitas dengan menyebut Arief sebagai ahli hukum pidana, yang semestinya ahli filsafat hukum.
Setelah putusan diketok, Sarpin dituding melanggar etika sebagai hakim lantaran memberikan respons berlebihan di depan publik. Dia menantang Komisi Yudisial saat diminta memenuhi panggilan pemeriksaan. “Kata Sarpin, ‘Kalau berani, KY datang ke PN Jakarta Selatan’,” kata Imam.
Komisi Yudisial pun menyebut Sarpin menerima gratifikasi saat melaporkan dua komisioner lembaga pengawas hakim itu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sarpin diduga menerima jasa kuasa hukum secara cuma-cuma dari pengacara Hotma Sitompoel. Kesimpulan gratifikasi diambil karena tak ada bantahan dari Sarpin dan Hotma. “Kami memeriksa etik. Kalau pembuktian pidana, bisa polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Imam.
FRANSISCO ROSARIANS