TEMPO.CO, Jakarta -Seluruh Pimpinan Komisi Yudisial sepakat menjatuhkan sanksi skorsing non-palu kepada Hakim Pengadilan Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Rapat pemberian sanksi berlangsung alot soal beratnya hukuman, tapi semuanya bulat Sarpin bersalah.
"Besok akan kami rapikan, setelah selesai akan segera dikirim ke Mahkamah Agung," kata Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga, Imam Anshori Saleh saat dihubungi, Selasa, 30 Juni 2015.
KY menggelar rapat pleno sejak pukul 14.00 hingga 17.00 WIB untuk membahas tiga masalah, termasuk sanksi sarpin. Rapat ini menjadi kesimpulan atas rangkaian penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan KY hingga akhir April 2015. Pengusutan kasus ini sempat terhenti saat Sarpin mengkriminalisasi pimpinan dan KY sibuk melakukan seleksi calon hakim agung.
Menurut Imam, Sarpin dinilai terbukti bersalah melakukan beberapa pelanggaran saat memimpin persidangan Praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan merespon sejumlah kritik pasca putusan. Meski demikian, KY tak mau menilai soal putusan atau teknis yudisial yang membatalkan status tersangka Budi Gunawan dengan dalih jadi kewenangan MA.
Sarpin dinilai tak teliti dan tak profesional dalam menyusun pertimbangan putusan praperadilan. Pasalnya, ia salah mengutip pertimbangan yang didasarkan pada kesaksian Guru Besar Universitas Parahyangan Arief Sidharta. Sarpin juga salah mencantumkan identitas dengan menyebut Arief sebagai Ahli Pidana yang mestinya Ahli Filsafat Hukum.
Pasca putusan, Sarpin dituding semakin melanggar etika sebagai seorang hakim dengan memberikan respon berlebihan di hadapan publik. Ia tak menunjukkan sikap rendah hati layaknya seorang hakim. Sarpin juga justru menantang KY saat diminta memenuhi panggilan pemeriksaan. "Dia malah menantang, 'kalau berani KY datang ke PN Jakarta Selatan'," kata Imam.
Tak hanya itu, Sarpin terbukti menerima gratifikasi saat melaporkan dua pimpinan KY ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Saat itu, ia menerima jasa kuasa hukum secara gratis dari pengacara Hotma Sitompoel. Kesimpulan gratifikasi diambil karena tak ada bantahan dari Sarpin dan Hotma. "Kita memeriksa etik, kalau pembuktian pidana bisa polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Imam.
FRANSISCO ROSARIANS