TEMPO.CO, Bandung - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka tetap produksi padi Jawa Barat tahun 2014 sebesar 11,644 juta ton gabah kering giling, atau setara 7,3 juta ton beras. “Dibandingkan dengan 2013 mengalami penurunan 3,63 persen,” kata dia Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Jawa Barat Ruslan di kantornya, Bandung, Rabu, 1 Juli 2015.
BPS mencatat sepanjang 2014 luas tanam padi di Jawa Barat 1,98 juta hektare, turun 2,47 persen dibandingkan luas tanam pada 2013 yang menembus 2,02 juta hektare. Produktivitas padi juga turun 1,19 persen.
Ruslan mengatakan, penurunan luas tanam disebabkan oleh alih fungsi lahan. “Penurunan produksi akibat gagal panen, atau hama dan puso ada, tapi tidak besar. Yang besar itu akibat alih fungsi lahan,” kata dia.
Menurut Ruslan, dari informasi yang dikumpulkan, luas baku tanaman padi turun. Pada 2014 luas baku sawah sekitar 935 ribu hektare, dari jumlah itu hanya 915 ribu hektare ditanami padi. Setahun sebelumnya luas baku masih 939 ribu hektare.
BPS memperkirakan produksi padi tahun ini meningkat 3,21 persen melihat realisasi tanaman produksi padi hingga April ini. Produksi padi tahun ini ditaksir 12,01 juta ton gabah kering giling, atau setara 7,5 ton beras. “Tapi produksi 2015 belum bisa mendekati produksi tahun 2013 yang menghasilkan 12,08 juta ton gabah kering giling," kata Ruslan.
Menurut Ruslan, taksiran itu bisa berubah mengingat sejumlah sentra produksi padi Jawa Barat di wilayah pantai utara saat ini mulai mengalami kekeringan. “Seperti Subang, Indramayu, saat ini sedang tetap berupaya menanam dengan penyediaan pompa, mudah-mudahan estimasi ini bisa meningkat, paling tidak dibandingkan tahun 2014,” kata dia.
Realisasi luas tanam padi tahun ini hingga April sudah menembus 789 ribu hektare. Luasan lahan itu lebih besar dibandingkan luas lahan di periode yang sama pada 2014 yang hanya 771 ribu hektare. Tapi masih belum bisa melampaui luas tanam di periode sama tahun 2013 yakni 847 ribu hektare.
BPS juga mencatat penurunan produksi jagung di Jawa Barat sepanjang 2014, yang hanya 1,04 juta ton pipilan kering. Produksinya turun 4,98 persen dibandingkan setahun sebelumnya yang mencapai 1,102 juta ton pipilan kering. “Luas panen mengalami penurunan 6,51 persen, dengan produktivitas meningkat 1,64 persen,” kata Ruslan.
Ruslan mengatakan, ramalan produksi jagung tahun ini naik 0,39 persen yakni 1,05 juta ton pipilan kering. “Masih terjadi penurunan luas panen 1,51 persen, tapi tertolong peningkatan produktivitas 1,93 persen,” kata dia.
Sebaliknya, produksi kedelai di Jawa Barat tercatat naik dua kali lipatnya. “Naik 125,24 persen mencapai 115 ribu ton biji kering,” kata Ruslan. BPS mencatat terjadi penambahan luas panen 98,19 persen dari 35 ribu hektare menjadi 70 ribu hektare, dan peningatkan produktivitas 13,65 persen.
BPS mencatat produksi kedelai pada 2013 hanya 51,17 ribu ton biji kering. Ruslan mengungkapkan, lonjakan tanam itu mayoritas intervensi program pemerintah. “Delapan puluh persennya itu berasal dari program pemerintah. Tahun ini bertahan saja sudah bagus,” kata dia.
Ruslan mengatakan, dari realisasia tanam sementara, BPS meramalkan produksi kedelan tahun ini naik 2,16 persen. Peningkatan itu didorong faktor naiknya produktivitas menjadi 2,95 persen karena terjadi penurunan luas tanam 0,77 persen.
Menurut Ruslan, realiasasi tanaman kedelai dan jagung juga bisa mengalami perubahan akibat musim kemarau ini. Dia mencontohkan, petani yang gagal menanam padi misalnya, mungkin akan mengalihkan tanamannya pada komoditas yang lebih tahan kondisi cuaca panas.
Mayoritas daerah di Jawa Barat sudah memasuki musim kemarau. “Di Jawa Barat ada 27 kabupaten/kota, tidak sama awal musim kemaraunya. Yang paling awal Pantura, sementara di daerah seperti Garut hujan masih turun,” kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan dan encana Daerah (BPBD) Jawa Barat Budiman saat dihubungi Tempo, Senin, 29 Juni 2015.
Budiman mengatakan, daerah wilayah Pantura berpotensi mengalami dampak kekeringan paling buruk dibanding wilayah lainnya di Jawa Barat karena musim kemaraunya lebih lama. “Seperti Indramayu, Cirebon, Karawang, serta Subang daerah dengan awal kemarau lebih cepat dan berakhir lebih lambat,” kata dia
AHMAD FIKRI