TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah, menyatakan penambahan jumlah dana partai politik sangat penting untuk menekan angka korupsi. Fahri merasa heran dengan pembatalan kenaikan dana partai politik oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dengan alasan dapat menghambat usaha pemberantasan korupsi di partai politik.
"Political financing itu mutlak,” kata Fahri di gedung DPR, Senin, 29 Juni 2015. “Sangat penting untuk mencegah masuknya dana pribadi dalam perpolitikan." Fahri menganggap partai politik harus menerima dana negara atau swasta yang dinegarakan seperti Amerika Serikat.
Menurut Fahri, kunci pencegahan korupsi dana partai ada pada pengendalian dana serta pengaturan regulasi yang jelas atas dana yang turun. Ketakutan penambahan dana partai politik akan memicu korupsi dianggap tidak beralasan.
Menurut dia, korupsi justru akan meningkat saat tak ada dana partai politik. Masuknya dana pribadi dalam perpolitikan akan memicu oknum-oknum tertentu mencari pengganti dana yang dikeluarkan melalui korupsi. Fahri juga menyesalkan munculnya persepsi publik bahwa Koalisi Merah Putih rakus menuntut kenaikan dana. ”Usulan itu kan diajukan sendiri oleh Tjahjo, dan kami mendukung. Namun dia sendiri yang sekarang menolaknya, lalu seolah kami haus uang. Kan aneh," tuturnya.
Pemberian dana bantuan partai selama ini memiliki dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Dana tersebut dihitung sebesar Rp 108 per suara pada pemilu terakhir dan diberikan setiap tahun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Kementerian Dalam Negeri sebelumnya mengajukan rencana kenaikan dana sebesar 10-20 kali lipat. Namun rencana tersebut dibatalkan dengan alasan fokus pemerintah tahun 2016 lebih pada pendanaan infrastruktur. Karena itu, pembahasan dana partai ditunda hingga perekonomian membaik.
RADITYA PRADIPTA