TEMPO.CO, Jakarta - Meski Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Ilham Arief Sirajuddin sebagai tersangka kasus korupsi, bekas Wali Kota Makassar itu ternyata bisa pergi ke luar negeri. Bahkan KPK tidak tahu Ilham di luar negeri.
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengaku tak tahu perkembangan status cegah terhadap Ilham saat ini. "Ketika surat perintah penyidikan dicabut, semua yang mengikuti itu juga dicabut. Nah, apakah dia dicegah lagi atau tidak, saya belum tahu," ucap Johan dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 26 Juni 2015.
KPK menetapkan Ilham sebagai tersangka pada 7 Mei 2014. Ilham lantas menggugat penetapan tersangka terhadapnya melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia pun memenangi praperadilan pada 12 Mei 2015. Pada 10 Juni 2015, KPK kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka.
Pada 24 Juni 2015, penyidik KPK memanggil Ilham untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan kerja sama Pemerintah Kota Makassar dengan Perusahaan Daerah Air Minum Makassar. Ketika itu, Ilham mangkir tanpa keterangan. Pengacara Ilham, Johnson Panjaitan, mengatakan kliennya tidak mendapat surat panggilan dari KPK.
Sesuai dengan berita dalam laman Makassar.tribunnews.com, Ilham pada tanggal itu sedang berada di Mekah, Arab Saudi. Ia bersama istri dan empat anaknya sedang umrah dan asyik berfoto di dekat Ka'bah.
Berdasarkan keterangan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, KPK memang terlambat mengenakan status cegah kepada Ilham. "IAS dicegah per 25 Juni 2015," tuturnya melalui pesan pendek, Jumat, 26 Juni 2015. Artinya, KPK mencegah Ilham sehari setelah komisi antirasuah itu melayangkan surat panggilan pemeriksaan.
Ilham ditetapkan sebagai tersangka berbarengan dengan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja. KPK menduga Ilham-Hengky melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan penyalahgunaan wewenang, seperti diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
KPK pernah meminta hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap kondisi keuangan PDAM Makassar 2012. Berdasarkan audit itu, ditemukan kerugian keuangan negara sekitar Rp 38 miliar dalam kerja sama PDAM dengan PT Traya Tirta Makassar. BPK juga menemukan adanya potensi kerugian keuangan negara dalam tiga kerja sama PDAM dengan pihak swasta lain, yaitu PT Bahana Cipta, PT Multi Engka Utama, dan PT Baruga Asrinusa Development.
MUHAMAD RIZKI