TEMPO.CO, Makassar - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat tidak bisa menjerat pelanggan dan pekerja seks komersial alias PSK dalam bisnis prostitusi online. Musababnya, tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut. Kepolisian hanya menetapkan sang mucikari, Azis alias Azizah alias Cizza, 25 tahun, sebagai tersangka tunggal.
"Kami tidak menemukan aturan yang dapat menjerat PSK atau pelanggan. Kalau ada, ya pasti dikenai," kata Kepala Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Selatan dan Barat Ajun Komisaris Besar Gany Alamsyah, Jumat, 19 Juni 2015. Kepolisian tidak dapat memaksakan penetapan seseorang sebagai tersangka tanpa ada alat bukti dan dasar hukumnya.
Dalam bisnis prostitusi online yang berhasil diungkap di Makassar, Kepolisian menjerat tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang alias human trafficking. Gany mengatakan akibat perbuatannya, Azis terancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.
Penerapan pasal perdagangan orang, menurut Gany, dilakukan lantaran perbuatan Azis tidak ada bedanya dengan memperjualbelikan manusia. Tersangka telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana itu. Di antaranya adalah merekrut dan memberikan materi dengan tujuan mengeksploitasi para perempuan yang menjadi PSK-nya.
Gany mengaku penyidik tidak menerapkan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik lantaran tak ada unsur pornografi saat Azis menawarkan para PSK kepada pelanggan melalui media sosial. Mucikari itu sebatas mengirimkan foto wajah para perempuan itu ke pelanggan via Blackberry Messenger (BBM). "Bukan foto bugil yang dikirim, tapi foto wajah," tutur Gany.
Pengamat hukum dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Kamri Ahmad mengatakan memang tidak ada aturan dalam perundang-undangan yang bisa menjerat PSK dan pelanggan dalam bisnis prostitusi. Yang bisa dijerat hanya germonya dengan pasal perdagangan orang. "Tentu kita semua banyak yang tidak setuju. Tapi PSK maupun pengguna jasa memang tak bisa dijerat karena tak ada aturannya," kata dia.
Kamri mengatakan PSK maupun pelanggan dalam bisnis prostitusi dapat berkelit hubungan intim yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Sedangkan sang mucikari dapat dijerat karena merupakan orang yang menjual perempuan itu ke lelaki hidung belang.
Kamri mengatakan bisnis prostitusi online sebenarnya tak jauh berbeda dengan bisnis prostitusi konvensional. Keberadaan tempat prostitusi alias lokalisasi PSK, bila pemerintah dan kepolisian ingin adil, mestinya juga ditindak. "Perbedaan bisnis prostitusi itu, satunya melalui dunia maya dan satunya secara langsung diberi ruang dan tempat yang legal yang namanya lokalisasi," ucap dia.
Bisnis prostitusi online di Makassar terungkap di sebuah hotel di Jalan Pelita Raya, Makassar, Sabtu, 13 Juni. Kepolisian membongkarnya dengan melakukan penyamaran sebagai pelanggan. Usai mengamankan enam PSK jaringan Azis di hotel tersebut, Kepolisian berhasil mencokok Azis di kawasan wisata Tanjung Bira, Kabupaten Bulukumba, Minggu, 14 Juni.
Kepada polisi, Azis mengaku telah tiga tahun menjalankan bisnis prostitusi online. Ia mempunyai sekitar 100 PSK dengan tarif Rp 1,5-3 juta. PSK-nya berasal dari pelbagai latar belakang, mulai tamatan SMP sampai mahasiswi. Omzet bisnis itu paling tidak sebesar Rp 4,5 juta per hari.
TRI YARI KURNIAWAN