TEMPO.CO, Jember - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan kasus-kasus kekerasan anak, seperti yang menimpa Angeline, sebagian besar dilakukan oleh orang terdekat.
"Kasus-kasus seperti ini pada umumnya, kekerasan terhadap anak itu dilakukan oleh orang-orang terdekat, sebagian besar," kata jenderal polisi bintang empat ini di Jember, Sabtu, 13 Juni 2015.
Karena itu, kata Badrodin, pihaknya berharap masyarakat juga mempunyai kepedulian melihat tanda-tanda tertentu atau kecurigaan tertentu. "Curiga ketika melihat ada anak, kok, lebam-lebam. Kenapa anak itu, kok, menangis? Tentu harus diinformasikan kepada Polri supaya bisa ditangani lebih awal," ujarnya. Kalau masyarakat tidak peduli, Badrodin mengatakan, polisi kesulitan untuk bisa menemukan ini.
"Karena biasanya terjadi pada lingkup keluarga, apakah oleh pembantunya, saudaranya, apakah keluarga, dan seterusnya, sehingga perlu partisipasi masyarakat," tuturnya.
Seperti diberitakan, Angeline, 8 tahun, dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015. Setelah dilakukan pencarian, pada 10 Juni 2015, aparat kepolisian mendapati gadis kecil ini sudah tidak bernyawa, terkubur di pekarangan rumah Margriet, ibu angkatnya, di Denpasar, Bali. Saat ditemukan, jasad Angeline sedang memeluk boneka.
Dalam penyidikan terhadap kasus ini, polisi baru menetapkan seorang tersangka, yakni Agustae Hamdai. Dia adalah pekerja yang biasa mengurus hewan peliharaan di rumah Margriet. Sedangkan status ibu angkat Angeline, Margriet Christina Megawe, masih sebagai saksi dalam kasus pembunuhan bocah perempuan itu.
DAVID PRIYASIDHARTA