TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan ibu angkat Angeline, Margareth Megawe, terancam hukuman pidana berlapis. Alasannya, ia diduga melakukan kekerasan kepada anak sehingga menyebabkan kematian, penghilangan identitas anak, dan pelanggaran prosedur adopsi.
"Margareth terancam hukuman 15-20 tahun penjara jika dia terlibat dalam persekongkolan kejahatan yang mengakibatkan pembunuhan. Dia juga bisa dikenakan ancaman pasal adopsi ilegal," kata Arist, saat dihubungi Tempo, Kamis, 11 Juni 2015.
Sejak pertama kali dinyatakan hilang, Komnas Perlindungan Anak langsung menggelar investigasi kasus Angeline. Investigasi dilakukan selama sepekan sejak 16-23 Mei 2015. Arist mendatangi rumah orang tua angkat Angeline di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali, pada 24 Mei 2015. Ia bertemu dengan Margareth yang ditemani dua anak kandungnya, Yvone dan Christina. Saat itu, Arist sempat ditunjukkan akta notaris pengangkatan Angeline dari pasangan Hamidah dan Rosyidi.
Akta notaris tersebut berisi perjanjian antara Margareth dan suaminya ekspatriat asal Texas, Amerika Serikat, dengan orang tua kandung Angeline. Angeline diasuh Margareth dan suaminya sejak usia 3 hari hingga 18 tahun. Pemberian nama bocah perempuan itu juga menjadi wewenang Margareth.
Baca juga:
Angeline Dibunuh: Agus Diduga Cuma Mengubur, Siapa Dalang?
Motif Kakak Angeline Kumpulkan Uang untuk Cari Adiknya Atau?
Dahlan Iskan Sebut Mantan Menteri ESDM di Proyek Gardu
Baca Juga:
Sebelum hak asuh berakhir, menurut Arist, orang tua kandung Angeline tidak diperkenankan menjenguk anaknya. Tak hanya itu, Angeline masuk dalam daftar pewaris harta bapak angkatnya.
Menurut Arist, Margareth bisa terancam tuduhan pelanggaran adopsi ilegal karena tak memiliki dokumen penetapan adopsi dari pengadilan. Margareth hanya memegang akta notaris yang seharusnya dijadikan rujukan pengangkatan anak ke Dinas Sosial dan pengadilan. "Dia melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak tentang Pengangkatan Anak sekaligus Undang-Undang tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak," kata Arist.
Selain itu, Aristy menilai Margareth sengaja menghilangkan identitas Angeline dengan membatasi komunikasi anak itu dengan orang tua kandungnya hingga usia 18 tahun. Apalagi, ia menduga akibat pelanggaran prosedur adopsi, maka Angeline tak memiliki akta kelahiran yang sah.
Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 40 Nomor 23 Tahun 2002 menyataka orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Selain itu, pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk penetapan pengadilan.
Arist menduga Margareth terlibat dalam kekerasan yang menyebabkan tewasnya Angeline. Arist juga menduga kematian Angeline bisa jadi dipicu oleh pembagian hak waris orang tua angkatnya.
PUTRI ADITYOWATI