TEMPO.CO, Jakarta - Setelah sekitar 12 jam diperiksa kepolisian, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan posisinya dalam kasus penjualan kondensat bagian negara oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Sri Mulyani mengatakan saat itu dia hanya menjalankan tugas sebagai Bendahara Negara, yakni mengatur tata laksana pembayaran kondensat milik negara yang dikelola oleh BP Migas dan dijual oleh PT TPPI. (Baca: Skandal TPPI, JK: Penugasan Pemerintah Sudah Benar)
Sri Mulyani membantah telah melakukan penunjukan langsung PT TPPI untuk menjual kondensat bagian negara. "Saya ingin meluruskan pernyataan saudara Amien Sunaryadi (Ketua SKK Migas) seolah-olah Menkeu yang melakukan penunjukan langsung,” kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Senin, 8 Juni 2015.
Sri Mulyani mengatakan ia menerbitkan surat persetujuan tentang tata laksana berdasarkan kajian menyeluruh yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal saat itu. Surat tersebut juga atas pertimbangan surat dari Pertamina Nomor 941 tanggal 21 Oktober 2015 mengenai persetujuan pembelian Mogas 88 sebanyak 50 ribu barel per hari.
Selain surat dari Pertamina, pertimbangan lain adalah surat BP Migas pada PT TPPI Nomor 011 tanggal 12 Januari 2009 mengenai penunjukan langsung BP Migas kepada TPPI sebagai penjual kondensat. Dengan syarat, TPPI menyediakan jaminan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang ada di BP Migas untuk pengambilan kondensat yang di-lifting.
Baca Juga:
“Syarat itu termasuk TPPI harus mengganti segala kerugian bila gagal me-lifting kondensat,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani diperiksa di Kementerian Keuangan sebagai saksi oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian dari pukul 09.00 hingga 20.15 WIB.
Peran Sri Mulyani tercantum dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah pusat 2012. Berdasarkan audit tersebut, Sri Mulyani memberikan persetujuan pembayaran tak langsung kepada PT TPPI dalam penjualan kondensat bagian negara. Persetujuan diberikan melalui surat bernomor S-85/MK.02/2009. Surat itu terbit sebulan setelah Deputi Finansial Ekonomi BP Migas Djoko Harsono menunjuk langsung PT TPPI. (Baca: Korupsi TPPI, Sri Mulyani Ditanya Ini: Skema Pembayaran)
Persetujuan Menteri Keuangan, menurut hasil audit itu, tidak mempertimbangkan kondisi PT TPPI yang tengah mengalami kesulitan keuangan dan memiliki utang ke PT Pertamina. Akibatnya, dana hasil penjualan tak disetor ke kas negara. Sampai Desember saja, menurut audit tersebut, dana tak disetor Rp 1,35 triliun. Sejak enam bulan yang lalu, BPK menggelar audit investigasi penyimpangan ini dan mensinyalir kerugian negara mencapai Rp 2,4 triliun.
TRI ARTINING PUTRI