TEMPO.CO, Jakarta -Partai berideologi Nazi pun bermunculan di tengah rakyat Indonesia. Ada PFI (Partai Facist Indonesia) dan SFN (Sejarah Facise di Nusantara), yang keduanya didirikan Dr Notonindito, yang pada 1924 belajar di Jerman dan mendapat gelar doktor di Berlin untuk bidang studi administrasi bisnis. Pada 1935 muncul Partai Indonesia Raya (Parindra) dan Gabungan Partai Politik (Gapi) pada 1936, lalu berdiri Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada 1937.
Parindra yang didirikan Sartono, Amir Sjarifuddin, dan M. Husni Thamrin adalah partai terbesar pada waktu itu. Pada 6 Januari 1941 Parindra dituduh Belanda menggalang hubungan erat dengan partai Nazi di Jerman dan Jepang, dan Husni Thamrin dikenai tahanan rumah. Lima hari setelah itu ia ditemukan meninggal misterius. Tidak ada yang tahu sebabnya.(baca juga: Benarkah Hitler Sesungguhnya Hidup di Sumbawa?)
Menurut rumor, ia diracun pada saat diinterogasi dan dipenjara Belanda. Racun itu bekerja setelah Thamrin pulang ke rumah. “Itu rumor yang beredar, yang saya dengar dari mana-mana,” kata Geerken.
Yang menarik di halaman 109 (jilid I) buku Geerken dimuat foto rombongan petinggi Parindra yang mengiringi jenazah, dipimpin Ketua Parindra Woerjaningrat Soekardjo Wirjopranoto. Soekardjo, yang memakai blangkon dan beskap Jawa resmi dengan dasi kupu-kupu, berjalan paling depan. Sementara para pemuda anggota Parindra mengenakan seragam celana pendek dan kaus kaki sampai sebetis, berbaris rapi di sebelah kanan dan kiri Soekardjo, dengan penghormatan gaya "Heil Hitler", yakni sikap berdiri tegak, kepala sedikit menengadah sambil mengangkat tangan kanan ke arah langit. Inilah penghormatan tentara Nazi kepada Hitler.(baca juga:Misteri Dua Tengkorak di Bangkai Kapal Selam Nazi)
Menurut Geerken, M.H. Thamrin memang mengagumi ideologi Nazi. Ia mendirikan Parindra pada 1935. Ia berusaha menyatukan delapan partai kecil lain yang berideologi Nazi untuk bersatu dalam Gapi.
“Memang Parindra terpengaruh oleh NSB. Anggotanya berpakaian model Nazi. Tapi tidak ada bukti bahwa M.H. Thamrin itu fasis. Dia merasa nasionalis,” kata Rushdy. Menurut riset yang dilakukan Rushdy sendiri, Thamrin meninggal karena disuntik mati oleh dokter J. Kayadu (dokter pemerintah Belanda). Ketika Jepang masuk, dokter Kayadu ditangkap dan dieksekusi mati. (Habis)
Tutty Baumeister, Doddy Hidayat (Majalah TEMPO, 11 Mei 2015)
Baca selengkapnya:
Kisah Hitler: Wah, Rupanya Ada Partai Nazi di Indonesia (1)
Kisah Hitler: Si Penasihat Beri Tahu Indonesia yang Kaya (2)
Kisah Hitler: Penasihat Bos Nazi Bekerja di Garut (3)
Kisah Hitler: Si Penggerak Nazi Tinggal di Gedung Juang (4)