TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Dahlan Iskan memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kamis, 4 Juni 2015. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman mengatakan pemeriksaan terhadap Dahlan untuk menggali apa saja yang ia tahu ihwal proyek itu. "Pada saat proyek itu berlangsung, posisi beliau sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Jadi, kita periksa apa saja yang beliau tahu," kata dia, Kamis, 4 Juni 2015.
Dahlan, yang juga mantan Menteri BUMN, tiba di gedung Kejati DKI Jakarta pukul 09.30 WIB. Dahlan ditemani kuasa hukumnya, Pieter Talaway. Ini kehadiran pertamanya setelah sempat tak hadir pada dua pemanggilan sebelumnya.
Saat tiba di gedung Kejati DKI Jakarta, Dahlan langsung masuk ke ruang penyidik tanpa banyak komentar. "Nanti saja setelah pemeriksaan," ujarnya singkat. Saat istirahat untuk salat zuhur, Dahlan juga enggan berbicara kepada wartawan.
Menurut Adi Toegarisman, pemeriksaan terhadap Dahlan untuk mengembangkan keterangan dari saksi dan tersangka sebelumnya. "Pertanyaan yang akan diajukan kepada beliau ada yang bersifat khusus dan umum," ucapnya.
Adi berujar pemeriksaan terhadap Dahlan hari ini bisa jadi hanya yang pertama. Namun karena banyak hal yang perlu digali, tak tertutup kemungkinan Dahlan akan diperiksa lagi seusai pemeriksaan hari ini.
Ditanyai apakah ada kemungkinan Dahlan dijadikan tersangka, Adi tak mau berandai-andai dahulu.
Kasus itu bermula saat PT PLN (Persero) melakukan kegiatan pembangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Dananya bersumber dari APBN sebesar Rp 1 triliun lebih untuk anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013.
Pelaksanaan kontrak dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Juni 2013. Lingkup pekerjaannya meliputi pengadaan pemasangan dan transportasi pekerjaan elektromekanikal, pengadaan pemasangan, dan transportasi pekerjaan sipil.
Ketika penandatangan kontrak pembangunan gardu, ternyata belum ada penyelesaian pembebasan tanah yang akan digunakan oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul.
Kemudian, setelah dilakukan pembayaran pencairan uang muka dan termin satu, ternyata tidak dilaksanakan pekerjaan sesuai progres fisik yang dilaporkan alias fiktif. Misalnya untuk kegiatan pembangunan gardu induk 150 KV Jatirangon 2 dan Jatiluhur senilai Rp 36.540.049.125.
Dalam kasus tersebut kejaksaan telah menetapkan sembilan orang tersangka dan telah menjalani penahanan. Selain itu masih ada enam orang tersangka lain yang masih menjalani proses penyidikan.
ISTMAN M.P.