TEMPO.CO , Bojonegoro: Mau tahu, kenapa uang koin pecahan Rp 1.000 bergambar kelapa sawit dan Garuda Pancasila menghilang di pasaran? Ternyata, uang koin yang tengahnya berwarna kuning itu menjadi bahan baku emban akik alias pengikat batu akik.
Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dan di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, koin pecahan Rp 1.000, banyak disimpan orang. Uang yang terkumpul kemudian dijual ke para perajin batu akik.
Tren batu akik membuat permintaan uang pecahan Rp 1000 terus meningkat. Awalnya uang receh itu dijual dengan harga Rp 2.000 per koin. Tetapi, dengan tingginya permintaan, harganya melonjak menjadi Rp 5.000.
Rudi, 44 tahun, warag Cepu, mengatakan, dirinya mengumpulkan koin Rp 1000 gambar kelapa sawit, tiga bulan silam. Awalnya, dirinya tidak tahu, kegunaan uang tersebut, selain untuk alat jual-beli.
Namun kini ia pun ikut berburu uang koin itu karena harganya yang tinggi. “Ya, lumayan,” katanya kepada Tempo, Rabu 3 Juni 2015. Setelah heboh batu akik semakin mewabah, kini uang koin keluaran tahun 1996 itu semakin sulit dicari.
Perajin batu akik di Bojonegoro, Sujoko, membenarkan jika uang koin pecahan Rp 1.000 bergambar kelapa sawit menjadi bahan pengikat akik. Biasanya, untuk batu akik yang warnanya cerah, seperti hijau muda dan tua, merah bata, merah maroon, serta yang berwarna batu gelap.
Misalnya, akik bahan baku badar besi, bacan, giok Aceh dan sejenisnya. “Logam kuningnya dengan batu akik, jadi serasi,” katanya kepada Tempo.
Menurut Sujoko, biasanya untuk satu emban akik, butuh tiga biji koin pecahan Rp 1000. Tetapi, uang tersebut hanya diambil tengahnya saja, terutama yang berwarna kuning bulat, dengan diameter dua sentimeter dan tebal dua milimeter.
Logam warna kuning itu, kemudian dilebur mnjadi satu dan dipanaskan dengan suhu di atas 500 derajat celcius. Setelah leleh, selanjutnya dijadikan satu dan dibentuk menjadi pengikat batu akik.
SUJATMIKO