TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla menyelesaikan konflik pada partainya.
Djan meminta Kalla membujuk Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mencabut gugatan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terkait dengan kepengurusan partai Ka’bah itu. "Jusuf Kalla tolong saya, islahkan saya dengan Menkumham," kata Djan dengan intonasi mengemis saat dihubungi Tempo, Senin malam, 1 Juni 2015.
Djan mengapresiasi keberhasilan Kalla karena mampu mendamaikan segala macam konflik. Kalla dikenal sebagai tokoh pemersatu dalam perpecahan di Ambon, Timor-Timor, dan terakhir konflik Partai Golkar. "Saya yakin dia bisa menyadarkan Menkumham untuk mencabut banding di PTTUN supaya permasalahan ini selesai," ujar Djan.
Djan mengaku tak akan berdamai dengan kubu hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy. Bekas Menteri Perumahan Rakyat ini mengaku tak berhubungan lagi dengan Romy. "Islah? No way. Saya tak bersedia kalau sama Romy, saya minta maaf. Saya bukan dalam posisi islah dengan dia. Siapa dia?" tutur Djan.
Menurut dia, Menteri Yasonna harus bertanggung jawab atas keputusannya mengesahkan kepengurusan Romy. Ia menilai Yasonna menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar Undang-Undang Partai Politik.
"Karena ada pengesahan yang dilakukan oknum pejabat pemerintah kepada pertemuan abal-abal yang mengatasnamakan pengurus PPP," ucap Djan. Padahal sebelumnya Mahkamah Partai telah memenangkan kubu Djan. Adapun keputusan Mahkamah bersifat final dan mengikat.
"Mahkamah menyatakan Suryadharma adalah kubu yang benar. Sekretaris Romy tidak berhak menyelenggarakan muktamar apalagi memecat ketua umum (Suryadharma Ali)," Djan menjelaskan.
Alih-alih islah dengan Romy, Djan akan melaporkan kubu Romy ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian. Ia melaporkan anggota Komisi Hukum DPR itu atas tuduhan penggunaan kepengurusan PPP dengan tidak sah. "Begitu saya sempat, mungkin lusa (Rabu) saya lapor ke Bareskrim karena dia menggunakan nama PPP dengan tidak sah. Ini pidana."
PUTRI ADITYOWATI