TEMPO.CO , Jakarta: Presiden Joko Widodo dan keluarganya membagikan kain batik bermotif parang kepada wartawan peliput pernikahan putra sulungnya, Gibran Rakabuming. Motif ini disebut tak cocok untuk dipakai di acara pernikahan karena berfilosofi senjata perang.
Pakar kain etnik Nusantara, Tuty Cholid mengatakan, motif parang bermakna petuah untuk tidak pernah menyerah. Motif batik tertua ini juga menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, untuk memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga.
Tapi, kata Tuty, kain batik bermotif parang hanya khusus dipakai oleh raja dan keluarganya. "Di masa lalu, kain ini termasuk kain larangan atau kain yang tidak boleh dipakai sembarang orang," ujarnya kepada Tempo, Senin, 1 Juni 2015.
Tidak hanya itu, dia menambahkan, motif ini juga jarang digunakan untuk hari-hari biasa. "Batik parang itu biasanya dipakai kalau ada acara kerajaan atau upacara-upacara dan ritual keagamaan di Keraton Yogyakarta maupun Solo."
Tuty mengakui bahwa saat ini telah terjadi pergeseran makna atas motif-motif batik. "Sekarang semua orang bisa pakai batik motif apapun, asal dianggap bagus," ujarnya. Hal ini tak lepas dari semakin populernya batik sebagai pakaian dan identitas nasional.
"Orang tidak tahu asal-usul, makna motif, hingga nilai filosofi selembar kain batik karena memang hal semacam ini tak pernah diajarkan,” ucapnya. Sikap mensakralkan motif batik, kata Tuty, saat ini masih dipegang teguh oleh keluarga keraton. "Sayangnya itu tidak disosialisasikan kepada masyarakat."
Karena itulah, Tuty berpendapat, hal yang wajar jika aneka motif kain batik yang sebetulnya punya nilai sakral menjadi produk massal. "Karena masyarakat tidak tahu, semua motif batik direproduksi lalu dipasarkan menjadi produk pakaian yang bisa dipakai siapa saja."
Sebab itu, Tuty menganggap tak masalah batik motif parang digunakan dalam acara pernikahan. "Toh di kalangan perancang busana pun, motif dipandang dari sisi desain, Jika bagus dan cocok dengan rancangannya maka motif itu bisa dipakai,” kata dia.
Tuty menduga keluarga Jokowi tak tahu makna batik parang ketika membagikannya kepada wartawan. Tapi, ia justru mengapresiasi pemilihan seragam untuk para wartawan. "Ini sekaligus mempromosikan batik supaya semakin populer."
PRAGA UTAMA