TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyambut baik gagasan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang menyatakan pemerintah saat ini sedang menggagas moratorium izin pertambangan batu bara.
"Diperlukan kebijakan penurunan produksi batu bara secara permanen, dan bergerak ke energi terbarukan. Hal ini karena batu bara merupakan bahan bakar fosil yang paling kotor. Pemerintah perlu membuat kuota produksi, dan volume produksi batu bara yang diturunkan secara kontinyu," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan, Senin, 1 Juni 2015.
Pernyataan Abetnego menanggapi gagasan yang disampaikan Siti Nurbaya pada acara diskusi Forum Senator untuk Rakyat di Jakarta, Minggu, 31 Mei 2015.
Ketika itu, Siti Nurbaya menyatakan alasan moratorium ini adalah banyaknya kerusakan lingkungan hidup akibat tambang batu bara. Disamping itu, produksi juga turun drastis karena harga batu bara sedang turun. Asosiasi Pertambangan Indonesia (APBI) memperkirakan produksi batu bara tahun ini turun hingga 21 persen.
Abetnego Tarigan menjelaskan saat ini kerja sama investasi yang dilakukan pemerintah dengan pihak luar negeri masih didominasi untuk pembangkit listrik tenaga batu bara. Antara lain pembangkit listrik di Batang, Jawa Tengah, kerja sama dengan Jepang. Lalu pembangkit listrik di Cirebon dan direncanakan pembangkit listrik batu bara terbesar di dunia di Cilacap.
Menurutnya, Indonesia akan jadi pasar teknologi kotor demi keuntungan lembaga keuangan internasional. Pemerintah, jika mau melakukan kerja sama dengan luar negeri, harusnya mengendalikan arah investasi ke energi terbarukan. "Bukan pembangkit listrik batu bara yang mendominasi rencana proyek listrik 35 ribu watt.”
Baca Juga:
Pius Ginting dari Unit Kajian Walhi memaparkan studi pembangkit listrik batu bara di Paiton, Cirebon dan Tanjung Jati. "Ternyata produktivitas pertanian turun akibat pembakaran batu bara," katanya. Selain itu, pencemaran udara dari pembangkit listrik batu bara sangat mematikan karena banyak zat berbahaya bagi kesehatan, seperti partikel halus, SOx, NOx, dan merkuri.
Menurutnya, aturan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang membuat proporsi batu bara masih naik hingga 30 persen pada tahun 2025, harus direvisi. Porsi batu bara harus jadi lebih kecil dibandingkan energi terbarukan. Jika memungkinkan, katanya, batu bara tidak lagi digunakan sebagai bahan bakar pembangkit dalam 10 tahun ke depan.
U.W.D.