TEMPO.CO, Brebes - Meski terkenal sebagai lumbung nasional bawang merah pilihan, Kabupaten Brebes merupakan daerah dengan penduduk miskin terbanyak di antara 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pada September 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 364.900 atau 21,12 persen, dengan indeks kedalaman kemiskinan 3,07 dan indeks keparahan kemiskinan 0,77 persen.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Brebes Budiharso mengatakan wilayahnya merupakan penyuplai bawang merah terbanyak secara nasional. “Sekitar 35 persen kebutuhan bawang nasional berasal dari Brebes,” kata dia 31 Mei 20125. Namun hal itu tidak membantu menyejahterakan penduduk.
Salah satu penyebab kemiskinan itu adalah tingginya fluktuasi harga bawang merah. “Mekanisme penentuan harga bawang masih didominasi pedagang besar,” kata Tukijo, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Hasil, Desa Gandasuli, Brebes. Saat harga bawang di tingkat pedagang besar Brebes mencapai Rp 38-40 ribu per kilogram pada Januari-Maret 2013, ucap Tukijo, bukan berarti petani meraup banyak keuntungan.
Selain kualitas dan kuantitas bawang yang jeblok akibat musim hujan, kesempatan petani mendulang laba menguap akibat jeratan sistem ijon alias jual tebas. “Karena petani sulit mengakses perbankan. Mereka butuh modal cepat untuk musim tanam selanjutnya,” kata Tukijo.
Menurut konsultan klaster bawang merah perwakilan BI Tegal, Heru Widyatmoko, tingginya fluktuasi harga bawang merah dipengaruhi sejumlah faktor. Di antaranya, pola tanam yang sangat bergantung pada musim. “Tidak stabilnya ketersediaan bawang merah mempengaruhi mekanisme pembentukan harga. Sebab, permintaan terus ada sepanjang tahun.”
Untuk menyejahterakan petani sekaligus menstabilkan harga, tutur Heru, perlu ada revolusi budi daya bawang merah. Pendekatan klaster bawang merah, yang diinisiasi BI Tegal sejak 2011, dinilai lebih efisien mewujudkan perubahan sistem budi daya bawang merah yang masih tradisional.
DINDA LEO LISTY