TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan curhat dalam sidang praperadilan yang memperkarakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada 1 Mei 2015. Curhatan Novel ini dibacakan sebagai pengantar dalam permohonan gugatan praperadilan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 29 Mei 2015.
Selain menumpahkan unek-unek atas arogansi penyidik Bareskrim yang menangkapnya tengah malam, Novel mengungkapkan kegundahan hatinya atas kebohongan kepolisian. "Salah satu kebohongan yang diucapkan Kepala Bareskrim (Komisaris Jenderal Budi Waseso) adalah saya memiliki empat rumah. Seolah-olah saya adalah seorang pegawai negeri yang memiliki harta melimpah," kata Novel.
Ihwal tuduhan tersebut, pria kelahiran Semarang 38 tahun lalu itu mengatakan sudah melakukan klarifikasi bahwa ada dua rumah atas namanya. Tapi salah satunya merupakan milik ibunya, meski dalam sertifikat rumah itu tertulis namanya.
"Karena Kabareskrim tetap yakin bahwa saya memiliki empat rumah, sekali lagi saya sampaikan bahwa silakan diambil dua rumah yang saya tidak merasa miliki," ujarnya.
Novel meminta hakim sidang praperadilan memerintahkan Bareskrim Polri meminta maaf kepada dia dan keluarganya melalui pemasangan baliho yang menghadap ke jalan di depan kantor Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, selama tiga hari berturut-turut.
Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Suhairi itu, Novel Baswedan hadir didampingi tim kuasa hukumnya yang terdiri atas Bahrain, Asfinawati, Muji Kartika Rahayu, Julius Ibrani, dan Febi Yonesta.
ANTARA