TEMPO.CO, Palangkaraya - Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Tengah Krisnayadi Toendan menyebut adanya dugaan temuan penggunaan ijazah palsu oleh ratusan guru di kawasan ini.
“Kebanyakan guru yang menggunakan jalan pintas dengan memakai ijazah palsu demi mendapatkan sertifikasi guru adalah mereka yang bertugas di pedalaman. Dan perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah ini juga berada di Kalteng,” ujarnya.
Krisnayadi menjelaskan kecurigaan adanya dugaan penggunaan ijazah palsu ditemukan saat pihaknya melakukan pengecekan terhadap ratusan berkas guru di Kalimantan Tengah yang akan mengikuti sertifikasi guru sekitar 2007-2008. Berdasarkan pedoman ketentuan sertifikasi, guru antara lain harus mencantumkan akreditasi perguruan tinggi yang bersangkutan, termasuk legalitasnya.
“Saat itu berdasarkan hasil pengecekan ditemukan ada sekitar 50 ijazah yang diduga palsu. Dan ijazah itu kebanyakan dikeluarkan oleh universitas swasta yang ada di Kalteng," ujarnya.
Menurut Krisnayadi, sebanyak 50 guru yang diduga menggunakan ijazah palsu dikembalikan berkasnya dan tidak diproses. Dampaknya, ada sekitar 100 guru yang batal memasukkan berkas mereka setelah melihat berkas ke-50 rekan mereka dikembalikan.
Para pendidik yang menggunakan ijazah palsu itu kebanyakan guru pedalaman yang bergelar diploma (D), baik D1, D2, atau D3. Untuk mendapatkan gelar S1 seperti yang diisyaratkan dalam sertifikasi, mereka mengambil jalan pintas tanpa harus kuliah 4-5 tahun dengan cara membeli ijazah palsu. Mereka kebanyakan mengambil jurusan Olahraga, Bimbingan Konseling, Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan, serta Bahasa Indonesia. Padahal, kata Krisnayadi, jurusan-jurusan itu tidak sesuai dengan linier mereka.
“Harga ijazah palsu itu, menurut penuturan para guru kepada kami, bervariasi. Untuk D1 ke S1 harganya Rp 20-30 juta, D2 ke S1 harganya Rp 10-15 juta, dan D3 ke S1 hanya 8 juta,” ujar Krisnayadi.
Sebagai langkah pencegahan, Krisnayadi mengatakan LPMP tidak memproses sertifikasi kepada guru yang menggunakan ijazah palsu karena aturan dan pedoman yang digunakan sangat jelas. Sedangkan untuk guru yang dari pedalaman disarankan kembali kuliah menggunakan universtas terbuka atau perguruan tinggi yang sudah ditetapkan.
“Kami tidak akan melaporkan hal ini kepada pihak berwajib karena para guru itu mundur dan tidak jadi mendaftar. Kami sarankan mereka untuk kuliah regular dan jangan menggunakan ijazah yang tidak jujur karena kasihan anak didik mereka kelak,” ujarnya.
KARANA WW