TEMPO.CO, Bandung - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja berharap Panitia Seleksi Pimpinan KPK bisa mencari cara melibatkan publik agar bisa bertanya langsung kepada para calon. "Kalau publik bisa ikut bertanya, tentu saja jangan sampai pertanyaan yang niatnya menjatuhkan, jadi bullying. Dipergunakan saja syarat-syarat agar publik juga bisa bertanya," katanya di Bandung, Jumat, 22 Mei 2015.
Adnan menjelaskan, idealnya, publik bisa mengetahui langsung setiap tahapan proses yang terjadi dalam seleksi pimpinan KPK. "Dan publik diharapkan secara aktif berkontribusi, bisa melacak rekam jejaknya di masa lalu yang bersangkutan," ucapnya.
Menurut Adnan, jika Pansel bisa melibatkan publik agar bisa bertanya langsung, misalnya, lewat uji publik, itu menjadi hal baru dalam proses seleksi pimpinan KPK. "Itu partisipasi paling riil yang bisa dilakukan publik," ujarnya.
Adnan menjelaskan, dengan membuat semua tahapan proses seleksi yang transparan, diharapkan yang terjaring adalah orang-orang yang kompeten. "Yang terpilih mau-tidak mau orang-orang yang sudah terseleksi secara alamiah di depan publik, tapi itu juga tidak jadi jaminan. Tetap saja masing-masing tahap punya dinamikanya," tuturnya.
Presiden Joko Widodo menunjuk sembilan akademikus dan praktisi untuk menjadi Pansel Pimpinan KPK. Mereka adalah ekonom dari Mandiri Sekuritas, Destry Damayanti; pakar hukum tata negara, Enny Nurbaningsih; pakar hukum pidana dan hak asasi manusia, Harkristuti Harkrisnowo; ahli teknologi dan manajemen, Betti S. Alisjabana; pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang, Yenti Garnasih; ahli psikologi sumber daya manusia dan pendidikan, Supra Wimbarti; ahli tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi, Natalia Subagyo; ahli hukum, Diani Sadiawati; serta ahli sosiologi korupsi dan modal sosial Meuthia Ganie-Rochman.
AHMAD FIKRI