TEMPO.CO, Yogyakarta - Presiden Joko Widodo menunjuk sembilan anggota tim panitia seleksi pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang semuanya terdiri dari akademikus dan praktisi perempuan dari berbagai bidang. Salah satu dari sembilan nama itu adalah Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Supra Wimbarti.
Supra mengaku mengetahui penunjukkannya sebagai anggota Pansel Pimpinan KPK beberapa hari lalu pada pekan ini. Menurut dia, dia semula kaget ketika mendengar penunjukan ini. "Karena selama ini saya lebih banyak terlibat di seleksi untuk pejabat di korporat dan perguruan tinggi," kata Supra, Kamis, 21 Mei 2015.
Karena itu, menurut Supra, dia akan menjalankan tugasnya di tim pansel dengan hati-hati. Supra berpendapat KPK merupakan lembaga dengan peran penting di pemerintahan serta menjadi sorotan publik. "Saya perlu hati-hati dan memahami dengan betul tupoksi KPK," kata dia.
Dengan begitu, Supra berharap bisa merumuskan secara tepat beragam indikator syarat kelayakan calon pimpinan KPK dari segi kualitas psikologinya. Salah satu syarat umum, dia memberi contoh, calon pimpinan KPK harus memiliki keteguhan dalam memegang prinsip dan pendapat yang sesuai dengan substansi maksud hukum.
Selain itu, harus benar-benar betah stres. Dia berpendapat posisi sebagai pimpinan lembaga antirasuah pasti memerlukan kerja berat dan banyak tekanan. Karena itu, figur calon pimpinan KPK perlu memiliki ketahanan mental.
"Itu baru syarat umum. Saya perlu mendengar penjelasan presiden dan berdiskusi dengan anggota pansel lain untuk merumuskan syarat detailnya," kata dia.
Akademikus lain dari UGM yang masuk dalam tim Pansel Pimpinan KPK adalah pakar hukum tata negara, Enny Nurbaningsih. Dia laman situs UGM yang memuat profilnya, Enny tertulis banyak melakukan riset dan memberikan materi pelatihan mengenai kewenangan pemerintah daerah dan peraturan daerah.
Enny sedang tidak berada di kampus UGM pada Kamis siang, 21 Mei 2015. Menurut juru bicara UGM, Wijayanti, Enny sedang berada di Jakarta.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM