TEMPO.CO, Blitar – Penyelidikan kasus bocornya kunci jawaban naskah ujian nasional (UN) sekolah menengah pertama di Blitar, Jawa Timur, terhambat oleh sikap Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah yang tidak kooperatif.
Ketua tim penyidik Kepolisian Resor Kota Blitar, Ajun Komisaris Naim Ishak, mengatakan masih berada di Jakarta menunggu kesempatan bertemu dengan pejabat Kementerian. Naim bermaksud mencocokkan kunci jawaban yang disita dari sindikat di Blitar dan Gresik beberapa waktu lalu. “Sampai sore ini saya masih menunggu pejabat Kementerian yang sedang rapat,” kata Naim saat dihubungi Tempo, Rabu, 13 Mei 2015.
Tim penyidik tiba di Jakarta dua hari lalu sambil membawa kunci jawaban yang diperjualbelikan kepada peserta ujian nasional. Naim berharap pejabat Kementerian Pendidikan bersikap kooperatif demi mengungkap jaringan pembocor naskah ujian nasional yang terjadi tiap tahun itu.
Menurut Naim, dirinya terpaksa berangkat ke Jakarta setelah permintaan tertulis yang disampaikan kepada Kementerian untuk meminta penjelasan soal kunci jawaban itu tidak mendapat balasan. Karena tak mau menunggu lama, Polresta Blitar akhirnya mengirimkan beberapa penyidik ke Jakarta untuk mendapat keterangan langsung. “Sepertinya hari ini belum bisa juga dilakukan pencocokan,” keluh Naim.
Sikap cuek juga ditunjukkan Dinas Pendidikan Kota Blitar yang menganggap enteng kasus ini. Mereka bahkan mengatakan isu jual-beli kunci jawaban seperti ini selalu terjadi setiap tahun tanpa bisa dibuktikan kebenarannya. Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Blitar Damanhuri mengatakan kebocoran soal maupun lembar jawaban merupakan hal biasa di setiap ujian nasional.
Damanhuri mengaku tidak kaget atas beredarnya kunci jawaban tersebut. "Itu hal biasa yang terjadi di setiap ujuan nasional. Lagian belum tentu lembar jawaban itu benar," ujarnya santai.
Lambannya penyidikan peredaran kunci jawaban ini membuat beberapa orang tua siswa resah. Keresahan ini rata-rata disampaikan para orang tua yang anaknya tak berkesempatan membeli kunci jawaban tersebut saat ujian nasional kemarin. “Ini kan tidak adil, bisa manipulasi nilai (NEM),” kata Hendi, salah satu orang tua siswa.
Menurut Hendi, anaknya mengerjakan ujian nasional dengan jujur tanpa bantuan bocoran kunci jawaban yang tersebar di SMPN 4 Kota Blitar. Namun dengan kasus ini, dia ketar-ketir peluang mendapatkan sekolah menengah atas yang bagus akan dimonopoli lulusan SMP pemegang kunci jawaban. Karena itu Hendi berharap siswa yang kedapatan memegang kunci jawaban harus dilakukan ujian ulang demi menjaga obyektivitas nilai.
HARI TRI WASONO