TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan satu cara untuk mengurangi kegiatan prostitusi dapat dilakukan dengan cara menghukum berat masyarakat dari kelompok yang ingin adanya prostitusi itu. "Jika demand side diberikan hukuman berat, supply side bisa berkurang secara otomatis," katanya di Papua Barat dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Selasa, 12 Mei 2015.
Khofifah mengatakan pola dan model praktek prostitusi yang berubah dari lokalisasi ke apartemen, rumah pribadi, kos, serta hotel. Maka dibutuhkan payung hukum untuk menindak tegas para pengguna dan penyedia jasa prostitusi. Menurutnya, Kementerian Sosial sudah pernah menutup 33 lokalisasi dari 168 tempat lokalisasi yang ada di Indonesia pada tahun lalu. Penutupan itu diikuti dengan memberikan pemberdayaan kemandirian ekonomi seperti usaha ekonomi produktif dan kelompok usaha bersama.
Menurutnya, payung hukum berupa undang-undang antiprostitusi belum ada. Namun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Antipornografi. "Kemensos berupaya masukan kejahatan seksual dan prostitusi dalam regulasi baru yang dibahas dalam program legislasi nasional," kata alumnus Pascasarjana FISIP UI ini.
Khofifah mengatakan usulan regulasi baru itu bisa mencakup segala macam kejahatan dalam kegiatan prostitusi. "Seperti kejahatan seksual perbudakan, kriminalitas, juga perdagangan manusia," katanya.
Ia mengatakan Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Swedia dalam menekan permintaan prostitusi hingga 80 persen. Akibatnya penawaran tindakan prostitusi pun turun hingga mencapai 75 persen. Untuk mendapatkan cara yang tepat, Swedia pun melakukan revisi undang-undang antiprostitusi sebanyak tiga kali. "
Di tingkat lapangan, Khofifah berharap ada kerja sama solid dari kepolisian dan kejaksaan dalam menegakkan hukum bagi kelompok permintaan prositusi, penawaran kelompok prostitusi, serta muncikari secara terang-benderang. "Hukumnya harus jelas, sehingga tidak ada multitafsir dalam pelaksanaannya," katanya.
MITRA TARIGAN