TEMPO.CO, Pontianak - Hingga akhir April 2015, Badan Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat berhasil menyelamatkan 30 ekor orang utan dari warga. Puluhan orang utan tersebut kebanyakan dijadikan hewan peliharaan dan diberi makan makanan manusia.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat Sustyo Iriyono mengatakan sosialisasi terhadap aturan hukum kepemilikan satwa langka dilindungi tetap terus dilakukan. “Terlebih ancaman kepunahan terhadap orang utan kita tinggi,” ujar Sustyo, Kamis, 30 April 2015.
Beberapa di antara 30 ekor orang utan yang disita dari warga sudah menjalankan program rehabilitasi. Mereka akan dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayung Utara.
Sustyo mengatakan pelepasan area hutan untuk perkebunan kelapa sawit, Hutan Tanaman Industri, atau tambang menyebabkan habitat orang utan terganggu. Populasi orang utan Kalimantan juga terancam karena diburu untuk dijual sebagai hewan peliharaan, suvenir, bahkan dimakan.
Menurut Sustyo, orang utan Kalimantan saat ini berstatus endangered atau terancam punah. Padahal orang utan merupakan primata yang berkembang biak sangat lambat. Seekor betina hanya melahirkan sekali dalam 7-8 tahun.
Sustyo mengatakan orang utan dilindungi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 ayat 2. Bunyinya, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sebelumnya, BKSDA Kalimantan Barat menyelamatkan tiga ekor orang utan dari tangan warga. Salah satu mamalia tersebut dalam kondisi malnutrisi dan dehidrasi. “Orang utan tersebut disita dari warga Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang,” ujar Kepala Satuan Polisi Hutan Kalimantan Barat Azmardi Kamil, Kamis, 30 April 2015.
ASEANTY PAHLEVI