TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendorong pemerintah daerah menyediakan lahan buat pembangunan rumah murah bagi warganya. Penyediaan lahan itu untuk mempercepat Program Sejuta Rumah untuk Rakyat tahun ini yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Skema itu membuat harga rumah bisa lebih murah dan mudah diakses masyarakat.
"Kalau Pemda usul program untuk perumahan nelayan, maka Pemda siapkan laha, baru dibangunkan oleh pemerintah," kata Pelaksana Tugas Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin di kantornya, Jakarta, Kamis, 23 April 2015.
Sejauh ini, kata Syarif, sudah ada sejumlah pemerintah daerah yang berkomitmen menyediakan, seperti Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan; Provinsi Sulawesi Barat; dan Provinsi Gorontalo.
"Kabupaten Nias usul pembangunan 300 rumah buat PNS mereka. Tanahnya sudah disiapkan," kata Syarif.
Pada 29 April 2015 nanti pemerintah akan melakukan peletakan batu pertama (ground breaking) Program Sejuta Rumah untuk Rakyat yang akan dipusatkan di Ungaran, Semarang. Pada saat itu dilakukan peletakan batu pertama untuk sebanyak 103.135 unit rumah di delapan provinsi.
Peletakan batu pertama ini bagian dari 331.693 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang akan dibangun pada tahap pertama. Tahap kedua dibangun 98.020 unit dan tahap ketiga sebanyak 173.803 unit. Sementara itu, 396.484 unit rumah non-MBR akan dibangun tahun ini yang disesuaikan dengan mekanisme pasar.
Dengan pembangunan sejuta rumah tiap tahun itu, Syarif berharap kekurangan rumah (backlog) buat masyarakat pada 2016 tinggal 6,8 juta unit per tahun. Dalam catatan Kementerian, pada 2014 backlog mencapai 7,6 juta unit. Sementara jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah milik sendiri pada 2014 sebanyak 14,2 juta keluarga.
Direktur Utama Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) Pegawai Negeri Sipil Heroe Soelistiawan meminta peranan pemerintah daerah mempercepat program sejuta rumah ini. Salah satunya, kata Heroe, adanya relaksasi perizinan. "Pemda harus proaktif sebagai regulator perumahan di masing-masih daerah," katanya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy pesimistis sejuta rumah bisa dibangun tahun ini, karena sisa waktunya tinggal 9 bulan. Target itu juga akan makin jauh jika sejumlah permintaan para pengembang tak dipenuhi, seperti penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah, bantuan uang muka buat konsumen dan kemudahan perizinan dari pemerintah daerah.
"Semua pihak sebenarnya sudah berkomitmen. Cuma dukungan ini belum ada satu landasan regulasinya," kata Eddy.
Tahun ini REI mendapat jatah untuk membangun 230 ribu unit rumah MBR. Eddy enggan menyebut angka realistis berapa unit yang mampu dibangun REI pada tahun ini. Soal kemudahan-kemudahan itu, Syarif mengakui para pengembang dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah satu suara. Di antaranya, pemerintah telah menganggarkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 220 miliar untuk bantuan uang muka Rp 4 juta per konsumen bagi calon pembeli rumah bersubsidi.
Pemerintah juga sedang menyiapkan ketentuan agar bank bisa memberikan uang muka KPR hanya 1%. Warga yang bisa ikut program MBR adalah mereka yang akan membeli rumah tapak dengan gaji maksimal Rp 4 juta per bulan dan calon pembeli rumah susun dengan gaji maksimal Rp 7 juta per bulan.
Selain itu, Kementerian juga sudah mengusulkan perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan kepada Menteri Dalam Negeri agar keringanan retribusi IMB pemerintah daerah bersifat wajib.
"Sekarang kan sifatnya pemerintah daerah 'dapat' mengurangi tarif retribusi. Bisa jadi kurang, bisa nggak," kata Syarif.
KHAIRUL ANAM