TEMPO.CO , Sukabumi:Kasus dugaan penganiayaan yang berujung kematian terhadap Lindawati, 8 tahun, siswa kelas 2 SDN Cimanggu Desa Cimangkok Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,
yang dilakukan tiga anak laki-laki yang masih satu sekolah dengan korban mendapat kecaman dari keluarga korban. Pasalnya keluarga pelaku tidak memenuhi kesepakatan yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 30 juta.
Herman, 40 tahun, ayah kandung korban merasa sangat kehilangan dengan kematian putrinya yang tidak wajar tersebut. Menurut Herman pascakejadian keluarganya sudah melakukan mediasi dengan keluarga pelaku untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 30 juta secara dicicil.
"Perjanjian itu keluarga tersangka harus membayar pada saat tujuh hari korban meninggal dan 100 hari korban meninggal, namun keluarga dari orangtua Rd dan Jk ini baru membayar Rp 2 juta pada hari anak saya meninggal. Pas saya tagih tujuh harinya dia menolak untuk membayar," ujar Herman di Sukabumi, Selasa 21 April 2015.
Kesal tidak mau bertanggung jawab akhirnya keluarga korban pun melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Resor Sukabumi Kota, Rabu 15 April 2015. Herman sadar, uang tidak bisa mengembalikan anaknya yang sudah meninggal. Namun pria yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh serabutan ini berharap jika ada keadilan bagi keluarganya dan bagi para pelaku.
"Saya sangat merasa kehilangan, hati saya sangat sakit apalagi meninggalnya anak saya secara tidak wajar. Saya hanya berharap adanya keadilan," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sukabumi Kota Ajun Komisaris Sulaeman mengaku masih menyelidiki kasus dugaan penganiayaan ini. Dia mengatakan saat ini langkah yang diambil memanggil saksi ahli untuk melakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematian korban.
"Masih dalam proses penyelidikan dengan mendatangkan para saksi dan nanti juga kita akan melakukan otopsi untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban," terangnya.
Sulaeman menambahkan, hasil rekap cek medis yang dilakukan oleh dokter Rumah Sakit Umum Daerah Saymsuddin SH Kota Sukabumi tidak menemukan tanda-tanda adanya bekas penganiayaan seperti yang diceritakan oleh keluarga korban. Untuk itu, pihak kepolisian pun tidak mau gegabah untuk memastikan korban meninggal akibat dianiaya atau ada hal menyebab lainnya.
Tomi, doktrer spesialis kejiwaan RSUD Syamsuddin SH, membenarkan penuturan pihak kepolisian. Menurutnya pada saat masuk rumah sakit kondisi badan korban dalam keadaan baik bahkan hasil CT scan pihaknya tidak menemukan luka dalam.
"Pada saat menjalani perawan korban dirawat oleh dokter, awalnya korban ini ditangani oleh saya, karena dia sempat demam tinggi saya konsultasikan ke dokter spesialis anak dan ke THT untuk di CT scan karena katanya korban ini sering mengeluh sakit di bagian lehernya," ujar Tomi.
Menurut Tomi korban mengalami depresi berat akibat peristiwa yang menimpanya. Hal tersebut ditunjukan dengan tanda-tanda korban yang tidak mau makan dan tidak mau diajak bicara, bahkan korban sering terlihat ketakutan jika melihat anak laki-laki seusianya.
"Korban tidak mau makan dan menjadi pendiam, tetapi korban mulai menunjukan tanda-tanda normal, demamnya menurun dan mau makan serta diajak bicara. Maka dari itu kita tim dokter mengizinkan pulang. Namun ternyata saat pulang ke rumah, korban telah meninggal dunia," ujar Tomi.
DEDEN ABDUL AZIZ