TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Agus Santoso optimistis Indonesia bisa keluar dari daftar hitam zona pencucian uang. Menurut dia, Indonesia sudah membekukan aset milik 17 orang dan 3 organisasi terduga teroris yang namanya masuk dalam resolusi Nomor 1267 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Semua persyaratan telah kami penuhi dengan membekukan aset terkait jaringan Al-Qadah dan Taliban, tinggal menunggu tinjauan dari tim," ujar Agus di kantornya, Senin, 20 April 2015. (Baca: Daftar 20 Terduga Teroris Indonesia yang Asetnya Dibekukan)
Tim yang terdiri atas enam anggota Financial Action Task Force yakni Amerika Serikat, Filipina, Korea Selatan, India, Selandia Baru, dan Australia serta perwakilan dari Asia Pasific on Money Loundering itu akan melakukan penilaian pada 11-12 Mei 2015. Kemudian diputuskan pada sidang di Brisbane, Australia, pada Juni mendatang.
Saat ini Indonesia masih dalam kategori daftar abu-abu pendanaan teroris. Pencapaian ini hasil PPATK bersama perwakilan dari Menteri Luar Negeri mengikuti sidang FATF di Paris, Perancis, pada 21-26 Februari lalu. Saat itu, kata dia, anggota FATF mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam ke daftar abu-abu antipendanaan teroris karena mengajukan Surat Keputusan Bersama tentang penanganan teroris.
Surat keputusan yang diterbitkan pada 11 Februari 2015 itu untuk menyempurnakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2013 tentang anti-pendanaan terorisme. Agus mengakui sudah pernah mengajukan UU tersebut saat sidang FATF sebelumnya. Namun, dianggap tidak cukup karena masih ada tiga kelemahan. "Dianggap kurang proper lah," ujarnya.
Pertama, UU tidak menggambarkan roh atau upaya pembekuan dana teroris seketika. Kedua, mengenai jangka waktu freezing yang dalam hukum Indonesia pembekuan aset maksimal satu tahun. Sementara FATF meminta selama nama tersebut masih tercantum dalam resolusi 1267 maka tetap dibekukan. Ketiga, Indonesia melibatkan pengadilan dalam membuka pembekuan aset. FATF menganggap hal tersebut kewenangan PBB.
Kemudian, surat keputusan bersama yang diteken PPATK, Kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Mahkamah Agung, dan Kementerian Luar Negeri mengakomodasi seluruh permintaan FATF. Metode pembekuan bisa berlangsung dari 90 hari menjadi 3 hari saja. Kedua, periode pembekuan bisa diperpanjang ketika mendekati masa akhir satu tahun tersebut. Ketiga, hakim pengadilan negeri akan menghormati keputusan dewan keamanan PBB.
Bila ada yang menggugat pembekuan aset tersebut, hakim akan menanyakan dulu ke Dewan Keamanan PBB untuk kemudian diputuskan. Agus mengatakan banyak keuntungan bila Indonesia bisa keluar dari zona hitam anti-pendanaan terorisme. Di antaranya, dunia semakin percaya sehingga memudahkan Indonesia dalam bidang perdagangan maupun kerja sama yang lain. "Kita hidup di masyarakat internasional, jangan sampai tidak melakukan komitmen bersama," kata Agus.
LINDA TRIANITA