TEMPO.CO, Bandung - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Hasyim Muzadi, meminta ulama ikut menghadang penyebaran ideologi kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Saya berharap ulama di desa-desa difungsikan untuk itu dalam koordinasi yang baik. Kalau masih juga nakal, ada proses hukum. Kalau ada teror, baru ada represi," kata Hasyim dalam diskusi penanggulangan terorisme dan radikalisme yang dihadiri para ulama dan tokoh agama di Bandung, Kamis, 9 April 2015.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Mabes Polri itu, Hasyim mengatakan polisi dan aparat penegak hukum lain tidak bisa masuk ke wilayah ideologi. "Ini bagiannya ulama. Ini diperlukan koordinasi aparat pemerintah yang bersangkutan untuk melindungi, membantu, dan mengatur ulama yang moderat tadi di lapangan."
Hasyim mengkritik demokrasi di Indonesia yang terlalu longgar. Situasi ini dimanfaatkan oleh pelaku teror yang tidak bisa bergerak di Malaysia, misalnya, yang memiliki Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA). "Teroris yang dulu lari ke Malaysia sekarang lari ke Indonesia karena bebas menggunakan agitasi. Undang-undang harus diluruskan, itu kewajiban tokoh muslim di parlemen," katanya.
Tapi, Hasyim mengingatkan, regulasi yang diniatkan untuk mengatur masalah terorisme pasti menuai reaksi. "Sekarang menutup situs aja ruwet," katanya. Hasyim tidak setuju jika regulasi pemerintah melebar sampai pada aturan pembubaran organisasi kemasyarakatan. "Saya tidak setuju pembubaran ormas. Karena begitu ditutup, besok dia bisa membuatnya lagi," ujarnya.
Menurut Hasyim, Indonesia memang memerlukan perbaikan payung hukum untuk menangkal terorisme. "Kasihan orang harus menunggu bom dulu baru kita bertindak. Padahal kita sudah tahu kapan dia mau mengebom," tuturnya.
Hasyim mengatakan kasus bom harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk melakukan penanganan dari hulu hingga hilir, termasuk semua kementerian yang terkait dengan terorisme. "Misalnya Menteri Agama, Menteri Luar Negeri, BIN, Menteri Dalam Negeri, dan Kapolri. Ini harus berkoordinasi dalam satu komando. Sekarang ini belum. Hanya BNPT bergerak pada bidang wacana, belum pada operasi," ucapnya.
Dia juga tidak setuju memberi label haram sebagai hukuman kepada ideologi ISIS. "Nanti ada pro-kontra, ruwet," kata Hasyim. "(Cukup disebut) berbahaya saja."
Ajaran ISIS rawan menyebar di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Akhir bulan lalu, Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengimbau masyarakat Jawa Barat agar tidak memberikan ruang kepada penyebaran paham radikal yang menjadi ideologi kelompok-kelompok garis keras, seperti ISIS. Menurut dia, secara faktual pergerakan ISIS di Jawa Barat tidak bisa dibuktikan, tapi tak bisa dinafikan bahwa paham organisasi itu ada dan menyebar.
AHMAD FIKRI