TEMPO.CO, Malang - Sebanyak 79 warga Jawa Timur bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sebanyak 12 di antaranya berasal dari Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu). Selebihnya tersebar di sejumlah daerah.
“Data tersebut berasal dari laporan intelijen,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Anas Yusuf dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah se-Jawa Timur di Gelanggang Olahraga Ken Arok, Malang, Selasa, 7 Maret 2015.
Mereka yang bergabung dengan ISIS berasal dari satu kelompok yang sama. Mereka terpengaruh Abu Jandal alias Salim Mubarok At Tamimi yang merekrut mereka bergabung dengan ISIS.
Tiga orang di antara mereka merupakan terduga pendukung ISIS asal Malang yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror. Ketiganya, Abdul Hakim, Helmi Alamudin, dan Achmad Junaedi, telah diserahkan ke markas besar Kepolisian. Mereka tengah menjalani pemeriksaan.
Untuk itu, seluruh camat, kepala kepolisian sektor, dan komandan Koramil yang hadir dalam rapat diharapkan berkoordinasi untuk mengawasi warganya. Mencegah mereka bergabung dengan ISIS. Upaya cegah dini, katanya, harus dilakukan lantaran sangat sulit mendeteksi mereka ke luar negeri. “Harus diantisipasi, sulit mendeteksi mereka,” ujar Anas.
Warga Jawa Timur, katanya, diiming-imingi mendapat uang US$ 500-1.000. Namun janji gaji besar hanyalah omong kosong. Mereka yang pulang dari Suriah tak mendapat uang. Adapun sejumlah warga Lamongan yang dipulangkan dari Turki dan hendak bergabung dengan ISIS akan terus diawasi.
Dalam penjelasannya, Anas juga memutarkan video Abu Jandal yang menebar ancaman kepada polisi, TNI, dan Banser NU. Abu Jandal merekrut warga yang tengah diterpa persoalan keuangan dengan iming-iming uang besar. “Orang di video inilah yang merekrut mengajak bergabung dengan ISIS,” ujar Anas.
Sementara itu, Gubernur Soekarwo menegaskan telah menerapkan segala upaya untuk menangkal ISIS. Salah satunya melibatkan Kepala Desa, Babinsa dari unsur TNI dan Babinkamtibmas dari unsur polisi untuk menangkal ISIS sejak dini. “Trisula gabungan aparat sipil negara, polisi dan tentara menjadi intelijen untuk mencegah dini berbagai isu strategis,” katanya.
EKO WIDIANTO