TEMPO.CO, Surakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani, tak membantah jika partainya harus dipimpin oleh trah Sukarno. Tapi putri bungsu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu menyerahkan keputusan mengenai pimpinan partai tersebut pada kadernya.
Menurut Puan, secara kultur, PDIP memang tidak bisa dipisahkan dari Sukarno. "Buat kami, ini bukan masalah harus atau tidak harus. Tapi memang kulturnya sebagai partai ideologis, yang asalnya dari PNI Bung Karno," kata Puan Maharani dalam wawancaranya dengan Tempo di Sukoharjo, Rabu, 1 April 2015.
Namun Puan menegaskan lagi, "Tanyakan pada rakyat PDIP. Kalau yang ditanya bukan rakyat PDIP, pantas saja jawabannya tidak sesuai dengan yang menjadi kultur partai."
Munculnya isu kader PDIP mempertimbangkan calon ketua umum di luar trah Presiden Indonesia pertama Sukarno lantaran hasil sejumlah survei. Salah satunya riset Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengenai kepemimpinan di tubuh PDIP. Survei dilaksanakan pada 16-19 Februari 2015 untuk menggali opini para ketua, wakil, dan sekretaris DPP serta DPC PDIP di seluruh Indonesia. "Kepada mereka, kami ajukan pertanyaan terbuka: siapakah kandidat ketum di luar Megawati," ujar Phillip J. Vermonte, peneliti dari CSIS, Rabu, 1 April 2015.
Di antara sekian nama yang muncul, ternyata Presiden Joko Widodo disebut paling pantas memimpin PDIP. “Kalau dibuka kontes, mungkin aklamasi tidak akan terjadi,” ujar peneliti, Phillip, kemarin.
Menurut Phillip, mayoritas pengurus partai banteng menyebut nama Jokowi. Sisanya menyodorkan nama Ganjar Pranowo, Pramono Anung, Tjahjo Kumolo, dan Maruarar Sirait. Sosok Jokowi bahkan mengungguli kandidat yang berasal dari trah Sukarno, yakni Puan Maharani. Jokowi dipilih oleh 16,27 persen kader, sementara Puan Maharani disebut 5,35 persen responden. Sebanyak 68,5 persen kader tetap mengunggulkan Megawati.
ANANDA TERESIA