TEMPO.CO, Jakarta - Sekondan Joko Widodo saat memimpin Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, akhirnya berbicara tentang desakan agar Presiden Jokowi aktif sebagai pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dia juga berkomentar tentang peluang Jokowi menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan.
Rudyatmo berbicara menyusul munculnya hasil survei yang mengatakan Jokowi lebih diharapkan memimpin partai banteng ketimbang Megawati Soekarnoputri.
"Survei itu untuk pemilu. Wong yang milih ketum itu orang partai, bukan umum. Pak Jokowi juga enggak mau jadi Ketum," kata Wali Kota Solo F.X. Rudyatmo di Istana Negara, Rabu, 1 April 2015.
Ketua DPC PDI Perjuangan Solo ini menuturkan survei seperti itu tak perlu ditanggapi karena tak berhubungan dengan lingkungan internal partai. Kongres, kata dia, adalah mutlak urusan internal partai.
Kongres PDI Perjuangan di Nusa Dua, Bali, kata dia, hanya akan mengesahkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan lagi. Sebab, keputusan memilih Megawati telah diambil dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan. Ia menolak berkomentar tentang posisi sekretaris jenderal di partainya.
"Soal Sekjen PDIP, wewenang Ketum. Biarkan Mbak Mega yang milih. Saya kan cuma ketua RT, bisa digebuki Mbak Mega nanti," ujarnya.
Lembaga Survei Poltracking Indonesia mengeluarkan hasil survei terbarunya menjelang Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 2015 pada April mendatang di Nusa Dua, Bali. Hasil survei menunjukkan trah Sukarno tak lagi direkomendasikan untuk memimpin PDI Perjuangan.
Peserta survei itu memilih Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, dan Prananda Prabowo sebagai figur yang paling tidak direkomendasikan sebagai pemimpin partai banteng. Mega dan Puan mendapat suara sama, yakni 2,2 persen. Sedangkan saudara tiri Puan, Prananda Prabowo, hanya dipilih 2,98 persen responden.
Persentase rekomendasi responden untuk trah Sukarno bahkan jauh lebih kecil dibanding untuk Joko Widodo, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo. Mereka berturut-turut meraih suara 29,35 persen; 28,73 persen; dan 19,85 persen.
Survei ini dilakukan Poltracking terhadap 200 pakar dan pemuka pendapat dalam bidang politik, hukum, dan sosiologi. Di antaranya budayawan dan jurnalis. Metode riset ini adalah focus group discussion yang dilangsungkan selama Desember 2014 hingga Februari 2015.
TIKA PRIMANDARI