TEMPO.CO , Yogyakarta:Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta mendukung langkah pemerintah memblokir sejumlah situs yang menyebarkan paham radikal dan berpotensi memupuk bibit terorisme.
“Asalkan sudah melalui proses analisis, seleksi, dan filterisasi yang benar,” ujar Ketua PCNU Kota Yogyakarta H. A. Taufiqurrochman kepada Tempo Selasa, 31 Maret 2015.
Baca Juga:
Pada awal pekan ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan segera memblokir akses 22 situs radikal di Indonesia. Pemblokiran dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Beberapa situs yangterancam diblokir seperti arrahmah.com, voa-islam.com, kafilahmujahid.com, hidayatullah.com, dan muslimdaily.net.
Taufiq menuturkan, pemerintah dalam upaya mencegah berkembangnya bibit terorisme era ini memang perlu memantau ketat dan mengantisipasi penyebaran informasi provokatif dari kelompok-kelompok garis keras. Terutama melalui dunia maya.
Namun, Taufiq memberi catatan khusus untuk pemblokiran tersebut. Taufiq meminta upaya tersebut tidak sampai memasung kebebasan mengakses informasi, sehingga seleksi harus ketat dan terbuka.
Taufiq menuturkan pihaknya khawatir dengan perkembangan teknologi informasi yang kini makin marak dimanfaatkan sejumlah kelompok garis keras guna menumbuhkan paham radikal. Paham radikal itu kerap secara prinsip melenceng Islam sebagai keyakinan yang rahmatan lil 'alamin. “Bisa terlihat dari kontennya, idiom-idiomnya, hingga bahasanya yang provokatif,” kata Taufiq.
Untuk memfilter situs yang dianggap radikal dan sekaligus tak terjerumus pada pemberangusan kebebasan dan hak warga memperoleh informasi, pemerintah pun didesak membuat rambu-rambu penyebaran informasi sebagai filter.
Untuk situs keagamaan, kata Taufiq, masih bisa ditoleransi keberadaannya asalkan masih menganut sejumlah unsur utama. “Asalkan kontennya masih bersikap moderat, adil melihat persoalan, dan mengutamakan syuro (mufakat,demokrasi), dan anti kekerasan, maka masih bisa ditolerir,” ujar Taufiq.
Taufiq menambahkan meskipun situs berbau radikal itu marak tumbuh beberapa tahun terakhir, namun ia menilai dampak pengaruh yang dibawa segmented tak sama rata. Pengaruh itu lebih condong ke arah kelompok yang mengenyam jalur pendidikan umum-formal. Seperti sekolah atau perguruan tinggi, dibanding kelompok dari kalangan pesantren.
“Akses informasi teknologi di pesantren masih cukup terbatas, sumber pengetahuan lebih banyak bersumber buku konvensional yang diseleksi dibanding teknologi informasi,” kata Taufiq.
Kalangan NU pun mendesak agar paham radikalisme ini tak semakin tumbuh melalui situs-situs berpaham radikal yang marak itu, pemerintah mengimbangi dengan diseminasi informasi yang kian intens guna meredam. “Jangan biarkan tumbuh dulu baru dicegah, sudah terlambat,” kata Taufiq.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kota Yogyakarta Ambar Anto menuturkan, pemblokiran situs-situs berbau radikal dinilai akan sangat efektif meredam tumbuhnya kelompok yang berpotensi melakukan aksi terror atas nama agama. “Situs-situs ini justru penyumbang utama menyebarnya gerakan radikal di kalangan muda, sangat mudah mempengaruhi dengan konten-konten yang provokatif,” ujar Ambar.
PRIBADI WICAKSONO