TEMPO.CO, Jakarta - Peredaran buku pendidikan agama Islam untuk kelas XI SMA yang berpaham radikal banyak dipersoalkan orang tua murid. Mereka mengaku resah dan meminta pemerintah menarik peredaran buku itu.
"Seharusnya dinas terkait mengoreksi buku-buku itu," ujar Mimi Waluyo, salah satu orang tua siswa SMA Husni Thamrin, Jakarta, ketika dihubungi, 23 Maret 2015.
Sebelumnya, buku berjudul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI SMA itu ditemukan di salah satu SMA di Jombang, Jawa Timur. Di halaman 78 tertulis bahwa orang yang tidak menyembah Allah adalah nonmuslim dan kafir boleh dibunuh. Dinas pendidikan setempat menyatakan buku itu beredar bukan hanya di Jombang, tapi juga nasional.
Menurut Mimi, orang tua murid umumnya tak memperhatikan materi yang terdapat dalam buku-buku ajar. Mereka cenderung menyerahkan begitu saja kebutuhan belajar pada sistem pendidikan dan materi yang disampaikan para guru di sekolah.
"Karena tidak mungkin orang tua memeriksa kembali seluruh materi pelajaran anak-anak mereka," katanya.
Mimi meminta dinas pendidikan di setiap provinsi mengecek kembali naskah yang terdapat dalam buku ajar. Buku-buku yang dianggap keliru perlu segera ditarik peredarannya agar dapat segera dikoreksi. "Seharusnya dinas pendidikan tidak sembarangan memberi buku seperti itu," ujarnya.
Menurut Mimi, peredaran buku itu bukanlah satu-satunya sumber keresahan bagi para orang tua. Sebab, kata dia, paham radikal adakalanya diterima para siswa lewat kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
"Dulu saya yang ikut rohis sempat bertanya apakah benar orang kafir itu boleh dibunuh?" ujarnya.
RIKY FERDIANTO