TEMPO.CO, Yogyakarta - Pengamat terorisme dari Internasional Crisis Group (ICG), Sidney Jones, mengatakan mayoritas relawan asal Indonesia yang bergabung dengan Islamic State Iraq and Syria (ISIS) memiliki keterkaitan dengan sejumlah organisasi radikal di dalam negeri.
Akan tetapi, menurut Sidney untuk berhasil bergabung dengan ISIS tidak mudah. "Harus ada rekomendasi dari anggota ISIS di Syria," kata dia saat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada, pada Selasa, 24 Maret 2015.
Menurut Sidney fakta ini membuktikan para relawan asal Indonesia, yang sudah pergi ke Suriah, memiliki jaringan komunikasi dengan anggota ISIS di Timur Tengah. Tak sembarang orang yang berminat bergabung dengan ISIS, bisa menjadi relawan organisasi teror ini. "Mirip kalau mau masuk universitas, harus ada rekomendasi dari orang yang sudah ada di sana (Suriah)," kata Sidney.
Dalam catatannya, para relawan asal Indonesia, yang sudah bergabung dengan ISIS, merupakan jaringan beragam organisasi radikal di Indonesia. Mereka memilih bergabung atas nama perseorangan. Meskipun demikian, menurut pantauan Sidney, organisasi seperti Majelis Mujahidin Indonesia Timur bentukan jaringan Santoso di Poso telah menyatakan menjadi pengikut ISIS.
Modus perekrutan relawan ini, menurut peneliti terorisme di Asia Tenggara, itu murni mengandalkan jaringan perseorangan ketika menggaet relawan lewat media sosial. Sementara apabila melalui jaringan organisasi, Sidney mengatakan modus perekrutan relawan lebih beragam. Ada yang lewat pengajian, perjalanan wisata atau umrah gratis, dan lainnya.
Jalur perekrutan lain yang mungkin dipakai oleh ISIS, menurut Sidney, ialah dengan memikat mahasiswa Indonesia di kampus-kampus negara Timur Tengah. Dia mencontohkan perekrutan relawan ISIS terhadap kalangan mahasiswa di Islamabad, Pakistan, dan Mesir.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM