TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung meminta musyawarah nasional untuk rekonsiliasi dipercepat pada April 2015. Munas itu, menurut Akbar, akan memilih kepengurusan definitif Golkar dan konsolidasi jelang pemilihan kepala daerah.
"Kalau memang ujung-ujungnya munas, kenapa nunggu 2016? Kita lakukan pada 2015 saja, syukur-syukur bulan depan. Sekaligus bisa konsolidasi untuk agenda-agenda politik, seperti pilkada," kata Akbar di Sahid Sudirman Center, Jakarta, Sabtu, 14 Maret 2015.
Akbar mengingatkan bahwa konflik Golkar membuat partai berlambang pohon beringin ini terancam tak bisa ikut pemilihan kepala daerah. Dengan tak ikut pilkada, Akbar meramalkan suara Golkar bisa tergerus separuh.
"Pada 2014, Golkar dapat 91 suara. Kalau tak ikut pilkada, mungkin Golkar bisa hilang setengah suaranya," kata Akbar.
Konflik pada tubuh Golkar semakin memanas setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pekan lalu mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono. Tak terima, kubu Aburizal Bakrie melaporkan Agung Laksono dan kawan-kawan ke Bareskrim atas sangkaan pemalsuan surat mandat yang dibawa dari daerah ke Munas Ancol.
Menteri Hukum dan HAM mengambil keputusan tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar. Mahkamah Partai menerima kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hasil Munas Ancol dengan ketua Agung Laksono berdasarkan pertimbangan dua hakim Mahkamah Partai, yaitu Djasri Marin dan Andi Matalatta. Sedangkan hakim Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap.
TIKA PRIMANDARI