TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Ronny Sompie membantah adanya kriminalisasi dalam kasus mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana. Menurut Ronny, cepatnya proses kasus penyelewengan pendapatan negara dalam proyek pembuatan ke tahap penyidikan karena didasari bukti yang kuat.
"Sebenarnya bukti permulaan yang cukup sudah ditemukan dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Desember 2014 setebal 200 halaman," kata calon Kepala Kepolisian Daerah Bali itu di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 9 Maret 2015.
Atas dasar itu, ujar Ronny, penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. "Berangkat dari laporan lalu dinaikkan. Ketika laporan dibuat, penyelidikan sudah dilakukan. Besoknya sudah proses penyidikan," ucap mantan Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim tersebut.
Kendati kasus tersebut sudah ke tahap penyidikan, tutur Ronny, penyidik belum menetapkan tersangka. Yang terpenting, kata dia, surat perintah penyidikan sudah dikeluarkan. "Belum ada tersangka. Sprindik dibuat supaya penyidik bisa memanggil dan menyita barang," ujarnya.
Laporan pertama masuk dengan pelapor Andi Syamsul Bahri dari lembaga swadaya masyarakat Pijar pada 10 Februari 2015. Sedangkan laporan kedua pada 24 Maret 2015.
Sejak laporan pertama, penyidik segera menyelidiki kasus tersebut. Sebanyak 12 saksi telah diperiksa dalam kurun waktu kurang dari sebulan.
Denny dilaporkan karena diduga menyelewengkan implementasi payment gateway dalam program Sistem Pelayanan Paspor Terpadu (SPPT) online. Denny mempelopori program ini untuk menghapus pungutan liar dalam pengurusan paspor. Pada Juli-Oktober 2014, terdapat nilai selisih dari pengurusan paspor yang tak disetorkan ke negara.
SINGGIH SOARES | PUTRI ADITYOWATI