TEMPO.CO, Jakarta: Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar heran dengan tawaran pemerintah Australia yang ingin membarter terpidana kasus narkoba dengan Indonesia. Pemerintah Australia ingin menukar dua terpidana mati Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dengan tiga warga Indonesia terpidana kasus narkoba di Negeri Kanguru tersebut.
Menurut Haris, strategi tersebut menunjukkan Australia seperti kehabisan ide menyelamatkan kedua warga negaranya dari hukuman mati. Negeri Kanguru seperti putus asa membendung kebijakan pemerintah Joko Widodo mengeksekusi mati gelombang kedua.
"Australia jangan terlalu kaku dan miskin ide seperti itu," kata Haris ketika dihubungi Tempo, Kamis, 5 Maret 2015.
Haris mengatakan tawaran barter terpidana narkoba itu tidak pantas dilakukan. Sebab tawaran itu lebih mirip tukar-menukar tawanan atau sandera perang.
Meski begitu, Haris tetap menolak rencana pemerintah yang akan melaksanakan eksekusi mati gelombang kedua di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dalam waktu dekat. Menurut dia, eksekusi hukuman mati bukan solusi terbaik dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
Menurut dia, Indonesia harus mengikuti negara lain pendukung hak asasi manusia yang sudah menghapus sistem hukuman mati. "Hukuman mati adalah kebijakan yang sangat kejam," kata Haris.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menawarkan pertukaran narapidana ke pemerintah Indonesia. Bishop dikabarkan menelepon Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk membahas penawaran ini, Selasa petang, 3 Maret 2015. Dalam pembicaraan itu, Bishop menawarkan pertukaran narapidana Australia dan Indonesia demi menghindarkan duo Bali Nine dari eksekusi mati.
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran sudah dipindahkan dari Lapas Kerobokan ke Lapas Nusakambangan, Rabu kemarin. Selain mereka berdua, setidaknya ada tujuh terpidana mati lainnya yang sudah dibawa ke Lapas Nusakambangan.
INDRA WIJAYA