TEMPO.CO, Malang - Menanggapi kenaikan harga beras dalam tiga pekan terakhir, Dinas Pertanian Kota Malang bekerja sama dengan PT Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (PT SPAT) untuk mengembangkan budi daya ubi jalar. Disiapkan lahan seluas 5 hektare sebagai diversifikasi pangan selain beras. "Telah ditandatangani nota kesepahamannya," kata Kepala Dinas Pertanian Hadi Santoso, Selasa, 3 Maret 2015.
Hadi mengatakan pengembangan bahan pangan alternatif dilaksanakan agar masyarakat tak hanya bergantung pada beras. Upaya pengembangan tanaman ubi jalar juga berkaitan dengan ketahanan pangan.
Menurut Hadi, lahan yang digunakan merupakan lahan tak produktif sehingga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan bahan pangan. Dalam perhitungannya, kata Hadi, tanaman ubi jalar setahun panen dua kali. "Setiap hektare menghasilkan 20 ton seharga Rp 80 juta," katanya.
Lahan percontohan tersebut, kata Hadi, akan menjadi acuan budi daya ubi jalar. Hadi juga mengajak masyarakat perkotaan memanfaatkan lahan pekarangan untuk budi daya ubi jalar. Selain menguntungkan, juga untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat masyarakat.
PT SPAT merupakan produsen aneka penganan berbahan baku telo atau ubi jalar. Salah satu kudapan yang terkenal adalah bakpao telo. Berbagai variasi makanan berbahan baku telo antara lain es krim, bakmi, dan kerupuk.
PT SPAT menggandeng para petani sebagai mitra untuk mengembangkan dan melakukan alih teknologi dalam budi daya ubi jalar. Petani juga memasok ubi jalar untuk kebutuhan produksi PT SPAT.
Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Agustin Krisna Wardani mengatakan bakpao diproduksi tiga usaha kecil-menengah di Kota Malang. Setiap unit usaha memproduksi 3.000-an bakpao. Sekitar 30 persen bahan baku berasal dari ubi jalar. "Sekaligus kampanye alternatif bahan makanan," katanya.
Selama ini masyarakat hanya mengenal jagung dan beras sebagai bahan makanan pokok. Padahal Indonesia kaya beragam bahan makanan pokok. Seperti sagu, singkong, dan aneka jenis umbi-umbian.
EKO WIDIANTO