TEMPO.CO, Surabaya - Kenaikan harga beras dinilai tak hanya disebabkan oleh faktor cuaca, distribusi, dan musim panen. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mengungkap saat ini telah terjadi perubahan (shifting) selera masyarakat di kota besar di wilayah itu ke beras berstandar lebih tinggi.
"Ada perubahan taste konsumen. Demand beras premium oleh kelas menengah di Jawa Timur meningkat," kata Kepala BPS Jawa Timur M. Sairi Hasbullah, Senin, 2 Maret 2015.
Permintaan beras premium yang meningkat itu tidak diringi dengan suplai yang tinggi. Ditambah lagi stok beras yang memang tidak melimpah karena puncak panen masih harus menunggu hingga akhir Maret ini. "Karena itulah terjadi kenaikan harga," ujar Sairi.
Sairi menjelaskan kenaikan harga beras tak banyak berpengaruh terhadap deflasi di Jawa Timur. Dibandingkan dengan provinsi lainnya, kenaikan harga beras di Jawa Timur berkisar lima persen saja dan lebih disebabkan efek psikologis nasional.
"Harga beras di sini relatif terkendali," ujarnya. Sairi lalu memberikan perbandingan, "Tidak setinggi di DKI Jakarta yang lebih dari 10 persen."
BPS Jawa Timur mencatat deflasi sepanjang Februari 2015 sebesar 0,52 persen atau sebesar 0,32 persen berdasarkan laju tahun kalender (Desember 2014-Februari 2015). Namun, selama kurun 13 tahun terakhir, ia mengakui deflasi bulan ini merupakan yang tertinggi.
Deflasi kali ini, menurut Sairi, dipicu oleh beberapa komoditi, antara lain bensin, cabai rawit, cabai merah, angkutan dalam kota, angkutan udara, telur ayam ras, bawang merah, solar, semen, dan kentang. Komoditi bensin dan solar menyumbang deflasi karena rata-rata harganya lebih rendah daripada Januari.
ARTIKA RACHMI FARMITA