TEMPO.CO, Banyuwangi - Kementerian Perhubungan RI mulai Selasa, 3 Maret 2015, menetapkan kapal barang atau landing craft tank (LCT) benar-benar hanya untuk barang. Itu artinya, awak seperti sopir dan kernet dilarang berada bersama truknya di kapal itu pada setiap penyeberangan yang dilakukan.
"Kapal LCT hanya untuk armadanya saja," kata Manajer Operasional PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Pelabuhan Ketapang Saharuddin Koto, Senin, 2 Maret 2015.
Di Pelabuhan Ketapang, Saharuddin menjelaskan, awak truk harus menyeberang terpisah dengan kapal motor penumpang di dermaga ponton. Kebijakan tersebut, kata Saharuddin, sesuai Maklumat Pelayaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nomor 16/1/DN-IJ tanggal 23 Januari 2015.
PT ASDP memberlakukan kebijakan itu besok pada pukul 08.00 WIB dengan melibatkan TNI AL dan kepolisian. Namun, Saharuddin belum bisa memastikan dampak kebijakan itu terhadap kelancaran arus penyeberangan. Setiap harinya, kata dia, ada 1.700-2000 truk melakukan penyeberangan di Selat Bali tersebut.
Wakil Kepala Syahbandar Pelabuhan Ketapang Widodo menjelaskan kebijakan tersebut dikeluarkan demi keselamatan penumpang karena kapal LCT memang sejatinya hanya berfungsi untuk mengangkut kendaraan atau barang. "Tak layak kalau mengangkut penumpang," katanya.
Namun, kebijakan itu diperkirakan membuat antrean kapal makin panjang karena jumlah kapal LCT yang lebih banyak (15 unit) ketimbang kapal penumpang (12 unit). Antrean bisa dipicu karena bongkar muat truk di kapal LCT harus menunggu datangnya supir yang memakai kapal penumpang yang jadwal keberangkatannya lebih lambat ketimbang LCT. "Tiga kapal LCT berangkat, satu kapal penumpang baru berangkat," kata Widodo.
Saat ini saja antrean kapal yang akan sandar di dermaga membutuhkan waktu 40 menit hingga 1 jam. Hal itu disebabkan jumlah kapal yang beroperasi setiap harinya sebanyak 32 unit. Sedangkan jumlah dermaga hanya enam unit. "Itu pun idealnya jumlah kapal hanya 24 unit," kata dia.
IKA NINGTYAS