TEMPO.CO, Bengkulu: Warga Desa Talang Beringin di Kecamatan Seluma Utara, Bengkulu, bermusyawarah setiap malam pascakejadian seorang warganya yang tewas mengenaskan diduga karena dikoyak harimau pada Ahad, 22 Februari 2015. Musyawarah menghadirkan seluruh sesepuh untuk mencari tahu penyebab dan menyelesaikan persoalan agar tidak ada korban lagi.
"Bukan tidak mungkin kejadian ini ada hubungannya dengan legenda 7 Manusia Harimau karena mungkin ada keturunannya atau justru mereka pernah tinggal di sini," kata Sadisi, Kepala Desa Talang Beringin, mengungkapkan, Rabu, 25 Februari 2015.
Ketakutan Sadisi dan warganya itu berdasarkan kejadian seorang warga lain yang kesurupan pada Ahad malamnya. Warga itu merangkak dan mengaum layaknya harimau. Dia sempat mengatakan kalau telah memakan Lisman--nama warga yang menjadi korban terkaman harimau--karena lapar.
Menurut Sadisi, harimau yang merasuki warga tersebut mengatakan kalau dia utusan dari Bukit Seblat yang termasuk wilayah Kabupaten Pagar Alam, Sumatera Selatan. Adapun Lisman disebutkannya memiliki nazar di Bukit Kumbang namun tak ditepati sehingga membuat penunggu daerah tersebut marah.
"Beberapa tahun lalu Lisman punya niat jika berhasil akan melakukan doa di kebun miliknya di Bukit kumbang, namun janji itu tak dipenuhi," kata Sadisi menceritakan ulang.
Berdasarkan legenda yang ada, Desa Talang Beringin dulu sekali bernama Beringin Tanjung Sakti. Leluhur masyarakat desa tersebut adalah kepuyangan serunting sakti yang berasal dari Pagar Alam. Beberapa pemikiran yang dihasilkan dari musyawarah warga adalah mengganti nama desa itu agar konflik antara manusia dan harimau tidak terulang.
Sebelumnya, Kepala Seksi Wilayah 2 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu Darwis Saragih mengatakan kasus harimau menerkam manusia di Taman Buru Semidang Bukit Kabu, Kabupaten Seluma, merupakan kasus pertama setelah lima tahun. "Biasanya yang jadi korban adalah ternak," katanya.
Ia mengatakan konflik antara manusia dan harimau Sumatera di kawasan tersebut telah terjadi sejak 1950. Itu artinya, kata Darwis, dapat disimpulkan jika kawasan tersebut merupakan habitat harimau.
"Kejadian ini tidak terlepas dari tingginya pembukaan lahan baru sehingga daerah jelajah harimau berkurang," katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI